Senin, April 28, 2008

EARTH MOVIE

EARTH
Genre: Dokumenter
Sutradara: Alastair Fothergill dan Mark Linfield
Narator: Patrick Stewart
Produksi: BBC Worldwide, 2007

Menjelajah Keliaran di Planet Ketiga

Rangkaian gambar spektakuler kehidupan alam liar di Earth memanjakan mata. Film dokumenter termahal ini dibuat selama lima tahun dengan lokasi 26 negara. Bertumpu pada tiga karakter utama: beruang kutub, gajah Afrika, dan paus bongkok.
------

Earth alias Bumi. Judul singkat ini terdengar ambisius. Begitulah Earth, film dokumenter kehidupan alam paling ambisius yang pernah dibuat. Ini terlihat dari catatan statistik Earth. Butuh waktu lima tahun untuk memproduksi film garapan BBC Worldwide ini. Sebanyak 40 juru kamera andal kelas dunia mengambil gambar di 200 lokasi yang tersebar di 26 negara.

Biaya produksinya mencapai US$ 45 juta (gabungan biaya produksi Earth dan serial televisi BBC ''Planet Earth'' yang dibuat beriringan). Kamera yang digunakan juga paling canggih, high definition (HD) dan cineflex. Kamera ini berkecepatan tinggi, mampu merekam 2.000 frame tiap detik. Ia mampu menghasilkan gambar gerak lambat hingga 40 kali tanpa penurunan kualitas gambar.

Duet sutradara Alastair Fothergill dan Mark Linfield menyatakan, film ini dibuat demi suguhan sempurna tentang keindahan planet bumi. Earth ingin memperlihatkan potret wajah planet ketiga dalam tata surya ini selama empat musim. Mulai keragaman fauna dari Kutub Utara hingga Kutub Selatan.

Petualangan setahun itu dituturkan dengan narasi siklus migrasi alami tiga binatang yang menjadi karakter utama, yaitu beruang kutub, gajah Afrika, dan paus bongkok. Kisah ketiganya bertahan hidup di tengah keganasan alam akibat pergantian musim terlihat begitu menyentuh dan menggetarkan hati.

Sang induk paus bongkok bersama anaknya menjelajahi separuh planet bumi. Dari perairan tropis ke Antartika untuk mencari plankton udang kutub, makanan utama mereka. Juga perjalanan ribuan kilometer seekor ibu gajah dan anaknya menuju Delta Okavango di Afrika untuk mendapat sumber air. Badai gurun pasir yang membutakan membuat ibu dan anak gajah itu tersesat.

Toh, mereka pantang menyerah. Ketika si anak kelelahan dan kehausan, sang ibu terlihat memberi semangat dengan sapuan lembut belalai ke tubuh si anak. Masih ditambah dengan sequence perburuan dramatis si beruang Kutub Utara yang kelaparan demi mendapat seekor walrus.

Kisah tiga hewan itu berselang-seling dengan rangkaian aneka rupa kehidupan beberapa hewan lain di seluruh benua. Ada aksi centil sekelompok spesies burung surga di Papua. Atau ekpresi sebal yang jelas terlihat di wajah kera-kera Afrika ketika harus melewati banjir musiman yang melanda padang rumput. Tapi ada pula perburuan singa mengejar rusa yang terjalin dramatis lewat gerak lambat.

Skena-skena tadi terangkai lewat benang merah: air dan matahari yang menjadi sumber semua kehidupan di bumi. Urgensi air dan matahari juga diungkap dengan gambar fantastis HD habitat para hewan itu. Dari kebekuan Pengunungan Himalaya dengan Gunung Everest-nya, hamparan padang pasir Afrika, padang es Artik, hingga kecantikan pancaran cahaya Aurora Australis di Kutub Selatan.

Semua gambar mengundang decak kagum itu bisa tersaji berkat teknik pengambilan gambar dari udara (aerial shots). Teknik ini, plus teknologi HD, membuat Earth tampil tanpa secuil pun penggunaan efek visual CGI. Juga tak ada rekayasa pada semua adegan perburuan, migrasi, pergantian musim, hingga tingkah lucu dan ekspresif para hewan liar itu.

Memang film ini lebih menonjolkan kekuatan gambar untuk menyampaikan pesan: betapa indahnya kehidupan di bumi, tapi semakin rapuh akibat pemanasan global. Sehingga Earth bisa dikatakan sebagai paduan An Inconvenient Truth yang mengusung pesan tegas dampak pemanasan global dengan March of The Penguins yang penuh keliaran dan kekocakan.

Menurut Alastair, gaya penyampaian minim narasi dan banyak gambar membuat Earth lebih mudah dipahami anak-anak, remaja, dan kaum muda. Merekalah sasaran utama Earth, yang diputar di Blitz Megaplex Indonesia mulai 22 April, bertepatan dengan Hari Bumi Internasional.

Maka, meski film yang pertama kali dirilis di Inggris pada November 2007 ini bercerita soal kehidupan hewan liar yang penuh dengan insting kebinatangan, aroma kekerasan nyaris tak tampak. Semua adegan perburuan berhenti sebelum satu tetes darah terlihat. ''Meski banyak gambar indah, kisah tiga karakter utama kami membawa penyadaran pada kaum muda tentang dampak buruk pemanasan global bagi kehidupan makhluk di bumi,'' ujar Alastair.

Beruang kutub, misalnya, akan lenyap pada 2030, karena habitat mereka menyusut akibat pencairan es di Artik dan Antartika. Jadi, lanjutnya, tak ada kata terlambat bagi kaum muda untuk menyelamatkan bumi.

Astari Yanuarti


-------------BOKS-------------

Bermula dari Planet Earth

Waktu acapkali jadi kendala ketika berbicara soal detail. Tak terkecuali pada Earth yang ''hanya'' berdurasi 99 menit. Waktu sependek ini, bagi pencinta dan pejuang lingkungan, tak bisa memberikan detail memadai. Nah, keinginan segmen pemirsa serius yang umumnya berusia matang itu terpenuhi lewat serial televisi ''Planet Earth''.

Serial 11 episode yang pertama kali tayang di jaringan TV kabel BBC pada 5 Maret 2006 itu adalah saudara tua film Earth. Dengan durasi 58 menit tiap episode, serial TV dokumenter pertama yang menggunakan teknologi HD itu jauh lebih informatif menggambarkan keseharian makhluk bumi yang paling terancam eksistensinya. Detail ini diperoleh berkat penjelajahan tim produksi yang dikepalai Alastair Fothergill hingga ke 204 lokasi di 62 negara selama lima tahun.

Meski mengangkat tema bumi yang kerap diusung, serial itu punya keunikan dan teroboson. ''Planet Earth'' memilih lebih banyak menyajikan berkah yang melingkupi bumi daripada bencana yang mengancam. Mereka mengajak penonton menjelajahi keindahan kehidupan liar yang masih bertahan di bumi kita.

Maka, Alastair menyajikan tiap episode berdasarkan kombinasi habitat dan wilayah geografi. Dimulai dengan ''From Pole to Pole'', dilanjutkan dengan ''Mountains'', ''Fresh Water'', ''Caves'', ''Deserts'', ''Ice Worlds'', ''Great Plains'', ''Jungles'', ''Shallow Seas'', ''Seasonal Forests'', dan berujung di ''Ocean Deep''. Penataan apik ini menjadi paket komplet penjelajahan keragaman flora dan fauna di bumi.

Tak hanya itu. Serial pemenang Emmy Award dan Peabody Award ini menyajikan banyak gambar spektakuler yang belum tampil dalam seri dokumenter sebelumnya. Ada perburuan serigala mengejar karibu (sejenis kerbau) dengan angle dari atas heli dan macan tutul salju memburu markhor (kambing gunung) di Himalaya.

Masih ditambah dengan adegan perburuan massal ratusan ikan gergaji. Plus keberhasilan serombongan burung bangau cantik spesies Demoiselle melintasi puncak tertinggi di bumi, Gunung Everest. Adegan yang diambil dari ketinggian 28.000 kaki ini menandai pengambilan gambar Gunung Everest pertama kali dari udara dalam sejarah.

Walau jauh dari muatan politis, ''Planet Earth'' terus menekankan betapa pentingnya pelestarian spesies dan peran manusia memperlambat pemanasan global. Segala keindahan dan berkah di bumi akan musnah jika manusia tetap tamak mengeksploitasi alam. Pesan ini sangat nyata dalam tiga episode pada seri pendamping ''Planet Earth: The Future'', yaitu ''Saving Species'', ''Into the Wilderness'', dan ''Living Together''.

Pendekatan yang lebih mengedepankan keragaman hayati nan fantastis di seluruh planet demi menumbuhkan kecintaan pada bumi itu ternyata banyak disukai. Terbukti, ''Planet Earth'' kini dipirsa penonton TV di 130 negara dengan rating tinggi.

Rilis paket DVD ''Planet Earth'' juga disambut antusias dan menduduki peringkat pertama penjualan DVD terlaris di Amazon.com selama berbulan-bulan. Versi blu-ray dan HD DVD-nya juga diminati para penggemar film dokumenter di negara-negara maju. Sukses ini terus berlanjut lewat perilisan film layar lebar Earth, versi ringkas ''Planet Earth''.

Astari Yanuarti

5 komentar:

  1. kayak nya must watch niii,,
    TFS...

    BalasHapus
  2. wah..... keren banget,,ditengah buruknya isu2 tentang lingkungan di bumi ini, tapiada sekelompok org yang menampilkan profil planet ini dari sisi yg unik...
    smoga nyampe k Padang...

    BalasHapus
  3. Absolutely, this is a must see movie. U wont regret every single minute u've spent in the theatre. The thing is, i'm not sure Earth is shown in Malaysia hehehe. Jadi elo mesti mudik dulu ke Jakarta. Bisa juga beli DVD-nya, tapi kurang asyik kalo ditonton di laptop. harus pakai layar lebar, biar seru

    BalasHapus
  4. mungkin ga nyampai ke sana, karena Blitz baru ada di Jakarta dan Bandung. Sedangkan jaringan 21 tak memutar film ini. jadi paling gampang beli DVD film Earth. Trus tonton pakai home theatre di rumah. hehehe

    BalasHapus
  5. aku suka konsep sederhana berunag kutub itu: mencari es padat hanya untuk berpijak, hanya untuk bisa beristirahat agar dia punya tenaga untuk berburu. Bayangkan, pijakan kita ini hancur, dan kita kebingungan mencari pijakan. Sederhana sekali, mencari tempat berpijak!
    Save planet earth!

    BalasHapus