Kamis, Juli 17, 2008

Asia-Pacific Regional Microfinance Summit 2008

Start:     Jul 28, '08 05:00a
End:     Jul 30, '08
Location:     Nusa Dua, BALI
Kerja sama antara Wireless Reach Initiative Qualcomm, Grameen Foundation, Bakrie Telecom (BTEL) dan MBK-Ventura. Peluncuran Uber esia ini akan dihadiri antara lain oleh Dr Muhammad Yunus, pendiri dan managing director Grameen Bank sekaligus pemenang Nobel Perdamaian 2006 serta para eksekutif puncak Qualcomm, Bakrie Telecom dan MBK-Ventura. Acara ini juga akan dihadiri oleh tamu-tamu undangan dari kalangan pemerintahan dan kedutaan besar.

HOMECOMING DAY UI 2008

Start:     Jul 26, '08 10:00a
End:     Jul 27, '08 07:00a
Location:     Di Kampus UI-Depok (Balairung dan sekitarnya)

Sabtu, 26 Juli: Pkl. 10.00 s/d 22.00
Minggu, 27 Juli: Pkl 07.00 s/d 17.00.

Mari kita berkumpul lagi, mengenang masa-masa perjuangan di kampus tercinta di Rawamangun, Salemba dan Depok. Ikuti dan nikmati rangkaian acara Alumni for the Nation, Talkshow, Fun Bike Campus Tour, Bazaar, Jajanan Kampus, Merchandise UI, Panggung Kenangan Alumni.

Sabtu, Juli 12, 2008

Mengangkat Bisnis Berfilosofi Sungai

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Business & Investing
Author:Rhenald Kasali
Jumlah perusahaan tipe sungai kalah jauh dari perusahaan tipe kubangan. Padahal, di tengah impitan kemiskinan, river company bisa jadi penyelamat.

RIVER COMPANY: APA YANG MEMBEDAKAN CNI DENGAN PERUSAHAAN KUBANGAN

Penulis: Rhenald Kasali dan Mahendra Gautama
Penerbit: Primamedia Pustaka, November 2006, x + 294 halaman

Kenekatan Abrian Natan, Yanki Regan, Ginawan Chondro, dan Wirawan Chondro membuahkan keberhasilan. Mereka sukses membangun PT Citra Nusantara Insan Cemerlang (CNI) menjadi multilevel marketing (MLM) asli Indonesia nomor wahid. Saat mendirikan perusahaan ini di Bandung, 20 tahun silam, mereka masih mahasiswa.

Empat sekawan itu merogoh kocek untuk mendirikan perusahaan yang awalnya hanya menjual satu produk: Sun Chlorella. Suplemen kesehatan dari ganggang hijau ini, pada waktu itu, sangat populer di Malaysia dan Jepang. Berkat kegigihannya, Sun Chlorella mulai dikenal dan diminati publik Indonesia.

Untuk meluaskan pasar ke seluruh pelosok Tanah Air, mereka pindah ke Jakarta pada 1987. Dari sinilah CNI berkembang menjadi jaring laba-laba yang terus beranak-pinak. Anggotanya hampir mencapai satu juta orang. Produknya mencapai 354 jenis dengan beragam kategori. Omsetnya sudah lebih dari Rp 1 trilyun per tahun.

Keberhasilan CNI mengusik pakar manajemen Rhenald Kasali. Ia melihat CNI punya beberapa keunikan. Perusahaan ini tak sekadar menjual produk, melainkan juga menjadi sebuah entitas kultural. Mereka mengusung paham people business yang menjual kesempatan. Sebab kesempatan adalah bisnis yang tiada akhir, sedangkan produk punya batas usia.

Setelah beberapa bulan melakukan penelitian, Rhenald menyimpulkan, CNI adalah river company. Delapan karakter sungai yang dimiliki perusahaan ini adalah mata air yang terus mengalir, membuat perubahan, dan memberi kehidupan. Serta mampu beradaptasi dengan lingkungan, memberdayakan komunitas, dan punya nilai-nilai bersama. Juga melintas batas negara, punya citra diri kuat, dan membentuk lingkaran kebaikan.

Di tataran dunia, tak banyak perusahaan yang layak mendapat julukan river company. Toyota, Ford, Matsusita, Sumitomo, dan Nokia adalah sedikit contoh. ''Nah, river company yang milik orang Indonesia dan tanpa afiliasi asing masih langka,'' kata Rhenald, yang juga Ketua Program Magister Manajemen Universitas Indonesia.

Prinsip-prinsip kesungaian CNI terbukti sanggup membangun masyarakat sekaligus memberi kesejahteraan secara merata, dari komunitas karyawan, pelanggan, sampai pemilik perusahaan. Sebuah mata air akan eksis karena ia beradaptasi dengan mencari jalan, menembus batas, dan belajar (learning). ''CNI berhasil bertahan untuk terus belajar dan menembus batas hingga ke India, Malaysia, Vietnam, Singapura, dan Cina,'' kata Rhenald.

River company pertama kali diungkapkan Arie de Geus pada 1997. Istilah untuk penerapan gagasan tentang living company. Filosofi bisnis yang mengambil kearifan sungai ini berbeda dari filosofi economic activity yang abai lingkungan. Perusahaan sungai berlandaskan cultural activity, mengedepankan prinsip ekologi.

Sedangkan economic firm, menurut Rhenald, adalah cermin man ego yang hanya menyisakan kubangan-kubangan penyimpan penyakit. Perusahaan kubangan (puddle company) jamak terlihat di dunia bisnis. MLM money game seperti Pundi Emas, QiSar, dan Probest terbukti hanya menyisakan harapan semu.

Perusahaan kubangan juga banyak melingkupi industri perbankan, asuransi, sekuritas, tekstil, dan pertambangan. Maka, kata Rhenald, konsep river company bisa jadi solusi mengatasi problem di lingkaran globalisasi bisnis saat ini. Seperti kemiskinan, global warming, efek rumah kaca, terkurasnya sumber daya alam, dan sederat penyakit baru yang belum ada obatnya.

Meski kisah CNI sebagai contoh river company jadi bahasan utama, Rhenald juga menuliskan detail penerapan konsep river company. Sehingga buku ini bisa membuka wawasan kaum muda yang tengah merintis usaha agar tak membangun kubangan. Serta menjadi pengingat para pebisnis besar untuk terus mengalirkan air sungai ke pelosok negeri. Jangan sampai sungai-sungai berhenti berevolusi dan berubah menjadi kubangan bau sumber penyakit.

Astari Yanuarti

Ketika Harry Jatuh Cinta

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Science Fiction & Fantasy
Pengembangan karakter para tokoh serial Harry Potter makin kuat. Masa remaja membuat interaksi trio pelajar Hogwarts lebih berwarna. Ada bumbu cemburu dan adegan ciuman Harry. Sisi suram dan kejam ilmu sihir mendominasi serial kelima ini.

HARRY POTTER AND THE ORDER OF THE PHOENIX
Pemain: Daniel Radcliffe, Emma Watson, Rupert Grint, Robbie Coltrane, dan Ralph Fiennes
Sutradara: David Yates
Produksi: Warner Brothers Pictures, 2007

Jutaan penggemar fanatik serial Harry Potter sudah gundah sejak lima bulan lalu. Kabar kematian sang penyihir pujaan menyebar ke seluruh pelosok dunia. Seorang sahabat Harry pun akan tewas. Kini, waktu untuk mengetahui kebenarannya makin dekat. Ya, pada 21 Juli ini, buku pamungkas serial itu resmi meluncur.

Sang penulis, J.K. Rowling, memilih judul buku ketujuhnya: Harry Potter and The Deadly Hallows. Namun pengarang buku paling kaya di Inggris ini bungkam soal siapa saja tokoh yang mati di buku yang sudah dipesan belasan juta eksemplar itu. Nah, daripada terus menyimpan tanya tak berjawab, lebih baik sabar sembari menghibur diri menonton film kelima Harry Potter.

Film adaptasi dari buku kelima itu tayang sejak Rabu pekan lalu. Judul film sama persis dengan di buku, Harry Potter and The Order of The Phoenix. Wajah-wajah lama masih muncul di film berbiaya US$ 150 juta ini. Sebut saja trio Daniel Radcliffe, Emma Watson, dan Rupert Grint.

Mereka dipercaya memerankan karakter tiga sohib erat, yaitu Harry, Hermione Granger, dan Ron Weasley, sejak serial pertama yang rilis tahun 2001. Bedanya, mereka kini bukan lagi bocah ingusan. Melainkan sudah makin keren dan cantik memasuki usia remaja.

Kesegaran lain juga tampak dalam The Order of The Phoenix. Kursi sutradara kini diduduki muka baru, David Yates. Ia menjadi orang keempat setelah Chris Columbus, Alfonso Cuaron, dan Mike Newell yang menjadi sutradara serial film terlaris di dunia itu.

Selain Yates, pendatang baru muncul pada penulis skenario. Michael Goldenberg menggantikan pendahulunya, Steve Kloves, yang memutuskan langsung menggarap skenario film keenam, Harry Potter and The Half Blood Prince.

Adaptasi gubahan Goldenberg ternyata memuaskan. Ia sanggup memadatkan buku paling tebal dalam serial Harry Potter, 870 halaman, menjadi film sepanjang dua jam 18 menit. Bahkan durasi film ini terpendek di antara empat film Harry sebelumnya.

Hebatnya, semua plot utama tetap muncul. Jadi, pembaca setia buku Harry tak merasa kehilangan momen-momen penting. Di sisi lain, penonton umum tak perlu mengerutkan kening karena alur ceritanya jelas dan mengalir lancar.

Pun Goldenberg tetap memakai ramuan baku Rowling pada saat mengawali episode petualangan Harry. Adegan dibuka dengan suasana khas di keluarga Dursley, tempat Harry menghabiskan liburan musim panas. Seperti biasa, remaja tanggung berusia 15 tahun ini harus menghadapi ejekan sang sepupu, Dudley Dursley.

Memang kali ini bukan di Privet Drive, melainkan taman kecil di kawasan Little Whinging, London. Dudley tak sendirian mengejek Harry. Ia bersama teman-teman gengnya. Aksi mereka terhenti ketika tiba-tiba langit menghitam. Rupanya dua Dementor, iblis penjaga Penjara Azkaban, beraksi menyerang Harry.

Serbuan Dementor itu menandakan kebangkitan kembali raja penyihir jahat Lord Voldemort (Ralph Fiennes). Sayang, Paman Vernon dan Bibi Petunia sama sekali tak percaya ucapan Harry bahwa Voldemort akan muncul lagi. Sikap serupa ditunjukkan teman-temannya di Sekolah Sihir Hogwarts. Sang Kepala Sekolah Profesor Dumbledore (Michael Gambon) malah memilih menjaga jarak.

Maklum, Harry sudah melanggar peraturan dunia sihir, mengucapkan mantra di depan ''muggle'' (sebutan untuk manusia normal) ketika menghadapi Dementor. Alhasil, hanya Ron dan Hermione yang berada di sisi Harry, yang merasa terasing dan dikhianati.

Kesalahan Harry makin menumpuk pada saat memimpin teman-temannya berlatih sihir untuk menghadapi pasukan Pelahap Maut milik Voldemort. Inisiatif ini muncul karena Dolores Umbridge (Imelda Staunton) tak memberikan secuil pun pelajaran itu. Padahal, sebagai guru kelas pertahanan terhadap ilmu hitam yang baru, Umbridge wajib membekali muridnya segala trik menangkal serangan Voldemort.

Rupanya, ibu guru satu ini lebih banyak mengawasi gerak-gerik Harry dan Dumbledore. Maklum, Umbridge adalah mata-mata dari Kementerian Sihir untuk memantau isu kembalinya Voldemort di Hogwarts.

Suasana kelabu lebih banyak mewarnai serial kelima ini. Memang Voldemort hanya muncul dalam satu adegan. Namun aura jahatnya terasa menyelimuti sepanjang film. Penyihir kejam ini seolah ingin unjuk kekuatan dengan menghantui pikiran Harry, bahkan sampai ke masa depan.

Persepsi Yates tentang dunia Harry serupa dengan cara Newell menggarap serial keempat, The Goblet of Fire. Harry tinggal di dunia yang suram, di tengah ancaman ilmu sihir hitam nan mematikan. Situasi ini berpadu dengan perubahan karakter Harry, Ron, dan Hermione yang masuk dunia remaja.

Aneka rasa menyeruak dalam persahabatan mereka. Cemburu, iri, kesal, hingga cinta membuat hidup tiga pelajar Hogwarts itu tak lagi sibuk menghafal mantra berbahasa Latin. Sikap keras kepala Harry tak jarang menyinggung Ron dan Hermione. Kadang tanpa banyak kata, cukup dengan visualisasi Harry menyendiri di satu sisi dan dua sobatnya bergabung di sisi lain.

Untunglah, Harry tak melulu identik dengan kemuraman dan kekikukan. Remaja yatim piatu ini akhirnya berani mencium Cho Chang (Katie Leung), kakak kelas pujaan hatinya. Adegan ini, plus kerumitan kehidupan remaja, membuat The Order of The Phoenix sebaiknya tak dipirsa anak-anak.

Meski lebih ringkas, film ini punya momen elok dan menyegarkan. Jangan berharap melihat sepotong pun adegan pertandingan Quidditch yang seru dan mendebarkan itu. Sebagai gantinya, ada sebuah skena indah dan layak dilihat. Nikmatilah perjalanan Harry bersama sapu terbangnya melayang menyusuri Sungai Thames. Pendar kerlap-kerlip lampu kota London menambah cantik aksinya melewati jembatan-jembatan, kapal pesiar, dan gedung parlemen Inggris.

Keajaiban dunia Harry memang sanggup menggambarkan imajinasi tak terbatas tentang sihir. Tak mengherankan jika Universal Studio berencana membuat Taman Hiburan Harry Potter (semacam Disney Land), yang dibuka di Orlando dua tahun lagi. Semua jenis makhluk aneh nan unik, seperti raksasa, troll, dementor, hingga peri rumah, akan muncul. Lokasi Hogwarts beserta hutan terlarangnya pun akan menghiasi taman itu.

Secara umum, film ini memang bukan jenis film yang bakal mendapat Oscar sebagai film terbaik. Tapi The Order of The Phoenix bisa dibilang film paling menarik dari serial Harry Potter. Satu-satunya masalah, mungkin perasaan menggantung setelah keluar dari bioskop.

Penonton masih menyimpan segudang tanya, bagaimana nasib Harry selanjutnya. Sebab ending The Order of The Phoenix akan menjadi awal dua petualangan selanjutnya. Jadi, bersiaplah mengulur urat sabar hingga rilis film keenam pada 21 November 2008. Atau bisa juga sih ambil jalan pintas. Baca saja buku terakhirnya, The Deadly Hallows.

Astari Yanuarti

Hutan Fantasi Milik Sahabat Sejati

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Animation
Musim liburan ini semarak dengan tiga film anak dan remaja. Tema petualangan berbalut fantasi mendominasi. Kisah-kisahnya berbalut pesan moral penting.

BRIDGE TO TERABITHIA
Pemain: Josh Hutcherson, Annashopia Robb, Zooey Deschanel, Robert Patrick

Sutradara: Gabor Csupa
Produksi: Walt Disney Pictures, 2007
Referensi usia: 8 tahun ke atas

Tiga puluh tahun lalu, seorang ibu muda bernama Katherine Paterson menulis buku untuk putra tercinta, David. Inilah cara Katherine menghibur David yang trauma karena seorang teman mainnya tewas akibat kecelakaan. Buku Bridge to Terabithia ini memenangkan Penghargaan Newberry, penghargaan tertinggi untuk buku anak di Amerika Serikat.

Saking terkesan pada kisah Bridge, si anak kecil yang kini sudah dewasa, David Paterson, pun mengadaptasi kisah itu menjadi skenario film. Judul, tokoh, dan temanya sama persis. Hanya ada beberapa adaptasi situasi lebih ke masa kini.

Kisah petualangan ini berpusat pada Jesse Aarons (Josh Hutcherson) yang kesepian. Padahal, ia tinggal bersama kedua orangtua dan tiga saudara perempuannya. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing dan tak ada yang peduli pada Jess, nama panggilan Jesse.

Lalu anak kelas V SD ini mengisi waktu dengan berlatih lari setiap hari. Ia ingin menjadi pelari paling cepat di kelas. Jess juga senang dan jago menggambar.

Suatu hari, di sekolah berlangsung lomba lari. Bukan Jess yang menang, melainkan Leslie Burke (AnnaSophia Robb) --murid perempuan yang baru masuk ke SD Jess. Tak ada dendam yang muncul dari Jess. Malah mereka menjalin persahabatan.

Jess dan Leslie yang berbeda latar belakang itu ternyata punya nasib sama: menjadi korban penindasan di sekolah. Bersama-sama mereka mencari cara ampuh untuk melawannya. Bakat menggambar Jess yang berpadu dengan imajinasi Leslie ternyata sanggup menciptakan sebuah hutan khayalan berjuluk Terabithia.

Jess dan Leslie menjadi ratu dan raja di kerajaan fantasi yang penuh tokoh menyeramkan tapi kerdil. Keduanya lalu berperang melawan para monster itu, yang diberi nama seperti teman-teman penindas di sekolah.

Tapi inti cerita film berdurasi satu jam 35 menit ini bukan pada perang di hutan fantasi. Kisah monster kerdil itu hanya menyita beberapa menit. Seperti bukunya, film ini pun hendak menyajikan kisah persahabatan yang indah. Bagaimana kedua sobat itu saling mengisi dan menguatkan ketika tertimpa masalah. Serta kesedihan yang harus dihadapi pada saat ditinggal pergi sahabat sejati.

Bridge to Terabithia ini bagus ditonton anak-anak. Banyak pesan moral yang tersirat. Sebagian besar sederhana dan ringkas. Bersikap baik pada saudara, jangan menjadi penindas, dan gunakan imajinasimu.

FANTASTIC FOUR 2: RISE OF THE SILVER SURFER
Pemain: Ioan Gruffudd, Jessica Alba, Chris Evans, Michael Chiklis, Julian McMahon
Sutradara: Tim Story
Produksi: 20th Century Fox, 2007
Referensi usia: 10 tahun ke atas

Film sekuel masih mewarnai musim liburan ini. Tak terkecuali kisah empat pahlawan Fantastic Four (FF). Tokoh-tokoh manusia super yang berasal dari komik Marvell ini muncul lagi dalam Fantastic Four 2: Rise of The Silver Surfer.

FF 2 tak lagi berkutat pada asal mula kekuatan super FF. Yap, penonton sudah paham bahwa sinar gamma-lah yang mengubah mereka. Akibatnya, tubuh Reed ''Mr Fantastic'' Richards (Ioan Gruffudd) sangat lentur, Sue ''The Invisible'' Storm (Jessica Alba) bisa menghilang, Johnny ''Human Torch'' Storm (Chris Evans) menjadi manusia api, dan Ben ''The Thing'' Grimm (Michael Chiklis) berubah jadi manusia batu superkuat.

Kisah dimulai dengan persiapan ''pernikahan abad ini'' antara Reed dan Sue. Setelah sempat tertunda tiga kali, mereka benar-benar berharap perhelatan suci ini bisa terlaksana. Reed pun sudah berjanji tak akan ada lagi yang bisa menghalangi.

Janji Reed tak terwujud. Pada saat itu, aksi makhluk asing Silver Surfer (disuarakan oleh Laurence Fishburne) sudah membuat bopeng di berbagai belahan bumi. Lubang-lubang besar menganga akibat serangan Silver Surfer yang berkuatan mahadahsyat.

Jenderal Hager (Andre Braugher) tak bisa tinggal diam. Ia langsung meminta Reed mencaritahu muara kekuatan Silver Surfer. Reed bersama tiga rekan lain di FF harus bisa mengalahkannya. Maka, ''pernikahan abad ini'' Reed pun terpaksa dinomorlimakan.

Reed yang ilmuwan akhirnya tahu, sumber kekuatan Silver Surfer adalah pada papan seluncurnya. Untuk bisa melepas papan itu, FF terpaksa berkolaborasi dengan musuh lama mereka, Victor von Doom (Julian McMahon).

Cerita FF memang agak beda dari kisah superhero lainnya. Musuh-musuh FF rata-rata punya kekuatan jauh lebih dahsyat. Selain itu, identitas semua personel FF tak dirahasiakan. Mereka hidup bersama dengan masyarakat biasa, meski mereka dikenal luas punya kekuatan super.

Sayang, banyak dialog di film ini yang terkesan kuno dan klise. Seperti kembali ke masa 1960-an (awal versi komik FF mulai dibuat). Misalnya ungkapan klise ''seperti yang kalian tahu, telah terjadi peristiwa tak biasa di seluruh dunia''. Atau ungkapan kekanak-kanakan Reed pada Doom bahwa dia akan menikahi gadis paling seksi sedunia. Pun humor garing The Thing, ''Mulutku akan terkunci, andai aku punya mulut.''

Harus diakui, kekuatan FF2 memang bukan pada dialog. Aksi pertempurannyalah yang keren dan menyenangkan ditonton. Misalnya ketika seluruh kekuatan FF bisa digabungkan dan hanya dilakukan satu personel demi mengalahkan Silver Surfer. Atau aksi kejar-kejaran Johnny dengan Silver. Jadi, nikmati saja aksi-aksi seru itu. Tak perlu mengerutkan kening.

SHREK THE THIRD
Pengisi suara: Mike Myers, Cameron Diaz, Eddy Murphy, Antonio Banderas, Justin Timberlake, Rupert Everett
Sutradara: Chris Miller dan Raman Hui
Produksi: DreamWorks, 2007
Referensi usia: 7 tahun ke atas

Putra-putri Anda pasti sangat mengenal tokoh ogre (gergasi) bertubuh hijau satu ini. Meski jauh dari gambaran pangeran tampan rupawan, Shrek ternyata sudah memikat hati jutaan penggemar sejak sekuel pertama, enam tahun silam. Pesona si pemilik rumah rawa di Kerajaan Far-Far Away ini pun masih sanggup memaku anak-anak menonton sekuel ketiga, Shrek The Third.

Masih ingat, kan, dengan akhir kisah Shrek 2? Ketika itu, pasangan suami-istri Shrek (disuarakan Mike Myers) dan Putri Fiona (Cameron Diaz) dikisahkan akan hidup bahagia selamanya. Karena Shrek bisa mempertahankan Fiona sekaligus tahta Kerajaan Far-Far Away dari renggutan Pangeran Charming (Rupert Everett).

Nah, dalam Shrek 3, kebahagiaan Shrek dan Fiona terusik. Bukan oleh Pangeran Charming, melainkan karena Raja Harold, ayah Fiona, sakit keras lalu meninggal. Shrek, sebagai suami Fiona, pun ketiban titah menjadi raja. Padahal, Shrek sama sekali tak suka tinggal di istana. Ia merasa lebih nyaman tinggal di rumah rawa meski jorok dan bau.

Untunglah, Fiona teringat, ia punya saudara sepupu yang bisa menggantikan Shrek jadi raja. Sayang, Arthur (Justin Timberlake), si sepupu, sudah lama pergi meninggalkan Kerajaan Far-Far Away. Maka, dimulai petualangan Shrek, yang akan menjadi seorang ayah itu, mencari Arthur. Sahabat setia Shrek, si keledai sok pintar Donkey (Eddie Murphy) dan kucing pesolek Puss in Boots (Antonio Banderas), tentu saja tak mau ditinggal.

Kepergian Shrek dimanfaatkan Pangeran Charming beserta sepasukan tokoh jahat legendaris untuk menguasai Kerajaan Far-Far Away. Pangeran jahat itu menyandera Fiona, sang ratu, dan para putri negeri dongeng seperti Putri Salju, Cinderella, Putri Tidur, dan Rapunzel. Mereka datang untuk mengikuti permandian bayi Fiona.

Film berdurasi satu jam 33 menit ini masih mempertahankan ciri khas, humor-humor segar. Ada percakapan konyol antara Donkey dan Puss, yang sempat bertukar tubuh. Plus aksi heroik para putri negeri dongeng menyelamatkan diri dari cengkeraman Pangeran Charming.

Animasi perubahan raut muka para tokoh juga kian memukau dan ekspresif. Terutama terlihat pada lesung pipit Arthur dan perubahan wajah Raja Harold ketika masih berwujud katak.

Meski masih menarik dan penuh humor, bagi sebagian penonton dewasa, kisah Shrek 3 ini tak begitu segar. Apalagi, karakter Arthur yang jadi pusat cerita tak begitu menarik. Sehingga mungkin saja Shrek 3 tak bisa mengulang sukses Shrek (sekuel pertama) yang meraih Oscar tahun 2002 sebagai film animasi terbaik.

Toh, Shrek 3 tetap mendulang keuntungan segudang. Hasil penjualan tiketnya hampir US$ 300 juta sejak diputar perdana 18 Mei lalu di Amerika Serikat. Jumlah ini belum ditambah hasil penjualan tiket di luar Amerika dan DVD/VCD-nya. Sebagai perbandingan, pendapatan Shrek mencapai US$ 479 juta dan Shrek 2 US$ 920 juta di seluruh dunia.