Selasa, April 29, 2008

Petualangan Nekat Pemuda Pengelana

INTO THE WILD
Pemain: Emile Hirsch, Jena Malone, Hal Holbrook, William Hurt, dan Marcia Gay Hayden
Sutradara: Sean Penn
Produksi: Paramount Vantage, 2007

Kisah tragis petualang muda Christopher McCandless. Mengokohkan kematangan Sean Penn sebagai sutradara. Sarat gambar pemandangan alam spektakuler. Menyampaikan pesan kehidupan tanpa kesan menggurui.

Mengadaptasi film dari sebuah kisah nyata adalah tantangan sulit nan rumit. Tebaran begitu banyak realitas saling menjalin membentuk kisah panjang dan komplek. Maka jika tak hati-hati pemampatan bisa berakhir pada film yang membingungkan.

Sean Penn sukses melewati tantangan ini. Sebagai sutradara sekaligus penulis skenario, Penn membuat Into The Wild menjadi film petualangan yang sulit dilupakan. Bahkan tampil lebih memikat daripada buku berjudul sama karangan John Krakauer, yang menjadi dasar adaptasi film Into The Wild.

Biografi pemuda bernama Christopher McCandless ini meraih bestseller sejak peluncuran tahun 1996. Butuh 10 tahun bagi Penn untuk mengangkatnya ke layar lebar, karena menunggu izin keluarga McCandless.

Film dimulai saat Chris (Emile Hirsch) sudah berada di keliaran alam bersalju Alaska, tujuan utama petualangannya. Langkah kaki Chris berakhir di depan sebuah bus rongsok yang terdampar di area terbuka di sela-sela kerimbunan hutan cemara. Setelah memeriksa dengan cermat, Chris pun memutuskan tinggal di bus yang dia namai Magic Bus itu.

Lalu adegan berputar balik ke masa dua tahun sebelumnya,1990, saat wisuda kelulusan Chris dari Emory University di Atlanta. Kedua orangtua Chris (diperankan sangat baik oleh William Hurt dan Marcia Gay Harden) sudah punya rencana masa depan bagi anak pertama mereka. Salah satunya dengan memberi Chris mobil baru dan tawaran pekerjaan.

Chris menolak semua rencana materialistik sang orangtua. Ia muak dengan segala tatanan sosial kelas menengah yang menyelubungi kehidupannya sejak kecil. Chris memilih minggat. Tanpa sepatah kata pamit, pun secarik surat. Ia ingin lepas dari ikatan kehidupan masyarakat dengan berpetualang menjelajahi alam bebas di seantero Amerika Serikat.

Sebelum memulai pengembaraan, Chris menyumbangkan seluruh tabungannya, US$ 24.000, ke lembaga sosial Oxfam. Ia juga menggunting semua kartu kredit dan membakar kartu identitas serta jaminan sosial. Nama Alexander Supertramp menjadi identitas baru selama berpetualang menuju ke wilayah barat Amerika.

Sepanjang jalan, Chris bertemu dan tinggal bersama beberapa orang yang kelak mengubah hidupnya. Ada pasangan hippie Jen (Catherine Keener) dan Rainey (Brian Dieker), petani gandum dan jagung Wayne (Vince Vaughn), hingga duda tua pengrajin kulit Ron Franz (Hal Holbrook). Pertemuan dengan mereka menunjukkan Chris pada sebuah kesadaran, dalam sebuah petualangan yang terpenting adalah perjalanan, bukan tempat yang dituju.

Pengambilan gambar film ini dilakukan langsung di lokasi asli yang pernah disinggahi Chris. Mulai Arizona, California, South Dacota, hingga Meksiko. Malah untuk Alaska, kru film sampai bolak-balik empat kali demi mendapat gambar sesuai dengan musim.

Tak mengherankan jika sajian pemandangan alam dalam Into The Wild tergolong spektakuler. Penn memilih pola pengambilan gambar laiknya film dokumenter dalam Discovery Channel atau National Geographic. Meski tanpa kemasan romantis, pemandangan seperti pegunungan batu, sungai, padang rumput, hamparan ladang gandum dan jagung, serta hutan belantara tampak begitu indah.

Lalu mengalirlah sederet pujian dari para kritikus ke film berdurasi 2 jam 25 menit ini. Berbagai penghargaan untuk beragam kategori dari Sao Paulo International Film Festival, Satellite Awards, hingga National Board of Review Amerika pun disabet. Lagu Guaranteed yang dinyanyikan oleh Eddie Vedder dan music score Into The Wild masuk nominasi Golden Globe 2008 untuk kategori original song dan original score.

Sebagian pujian mengarah pada kematangan Penn saat menyajikan sosok Chris. Meski secara personal kagum pada petualangan Chris, Penn tak terjebak menokohkan Chris sebagai sosok pahlawan tanpa cela.

Chris tampil sebagai pemuda cerdas sekaligus naif. Pemuda yang marah pada tatanan sosial lalu nekat berpetualang tanpa perhitungan matang. Hanya demi mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan dalam kesendirian di alam bebas.

Pada akhirnya, penonton tak diarahkan untuk menyukai atau membenci Chris. Tak ada upaya menghakimi perilakunya. Saya pun tak yakin apakah menyukai sosok Chris. Namun yang pasti saya menaruh simpati padanya dan bisa mengerti mengapa Chris memilih nekat berpetualang.

Apalagi, di penghujung hayatnya yang singkat, akhirnya Chris menemukan makna hidup. Kalimat terakhir dalam jurnalnya adalah: happiness only real when shared. Kebahagiaan tiada berarti tanpa kehadiran orang lain untuk berbagi.

Astari Yanuarti

Senin, April 28, 2008

EARTH MOVIE

EARTH
Genre: Dokumenter
Sutradara: Alastair Fothergill dan Mark Linfield
Narator: Patrick Stewart
Produksi: BBC Worldwide, 2007

Menjelajah Keliaran di Planet Ketiga

Rangkaian gambar spektakuler kehidupan alam liar di Earth memanjakan mata. Film dokumenter termahal ini dibuat selama lima tahun dengan lokasi 26 negara. Bertumpu pada tiga karakter utama: beruang kutub, gajah Afrika, dan paus bongkok.
------

Earth alias Bumi. Judul singkat ini terdengar ambisius. Begitulah Earth, film dokumenter kehidupan alam paling ambisius yang pernah dibuat. Ini terlihat dari catatan statistik Earth. Butuh waktu lima tahun untuk memproduksi film garapan BBC Worldwide ini. Sebanyak 40 juru kamera andal kelas dunia mengambil gambar di 200 lokasi yang tersebar di 26 negara.

Biaya produksinya mencapai US$ 45 juta (gabungan biaya produksi Earth dan serial televisi BBC ''Planet Earth'' yang dibuat beriringan). Kamera yang digunakan juga paling canggih, high definition (HD) dan cineflex. Kamera ini berkecepatan tinggi, mampu merekam 2.000 frame tiap detik. Ia mampu menghasilkan gambar gerak lambat hingga 40 kali tanpa penurunan kualitas gambar.

Duet sutradara Alastair Fothergill dan Mark Linfield menyatakan, film ini dibuat demi suguhan sempurna tentang keindahan planet bumi. Earth ingin memperlihatkan potret wajah planet ketiga dalam tata surya ini selama empat musim. Mulai keragaman fauna dari Kutub Utara hingga Kutub Selatan.

Petualangan setahun itu dituturkan dengan narasi siklus migrasi alami tiga binatang yang menjadi karakter utama, yaitu beruang kutub, gajah Afrika, dan paus bongkok. Kisah ketiganya bertahan hidup di tengah keganasan alam akibat pergantian musim terlihat begitu menyentuh dan menggetarkan hati.

Sang induk paus bongkok bersama anaknya menjelajahi separuh planet bumi. Dari perairan tropis ke Antartika untuk mencari plankton udang kutub, makanan utama mereka. Juga perjalanan ribuan kilometer seekor ibu gajah dan anaknya menuju Delta Okavango di Afrika untuk mendapat sumber air. Badai gurun pasir yang membutakan membuat ibu dan anak gajah itu tersesat.

Toh, mereka pantang menyerah. Ketika si anak kelelahan dan kehausan, sang ibu terlihat memberi semangat dengan sapuan lembut belalai ke tubuh si anak. Masih ditambah dengan sequence perburuan dramatis si beruang Kutub Utara yang kelaparan demi mendapat seekor walrus.

Kisah tiga hewan itu berselang-seling dengan rangkaian aneka rupa kehidupan beberapa hewan lain di seluruh benua. Ada aksi centil sekelompok spesies burung surga di Papua. Atau ekpresi sebal yang jelas terlihat di wajah kera-kera Afrika ketika harus melewati banjir musiman yang melanda padang rumput. Tapi ada pula perburuan singa mengejar rusa yang terjalin dramatis lewat gerak lambat.

Skena-skena tadi terangkai lewat benang merah: air dan matahari yang menjadi sumber semua kehidupan di bumi. Urgensi air dan matahari juga diungkap dengan gambar fantastis HD habitat para hewan itu. Dari kebekuan Pengunungan Himalaya dengan Gunung Everest-nya, hamparan padang pasir Afrika, padang es Artik, hingga kecantikan pancaran cahaya Aurora Australis di Kutub Selatan.

Semua gambar mengundang decak kagum itu bisa tersaji berkat teknik pengambilan gambar dari udara (aerial shots). Teknik ini, plus teknologi HD, membuat Earth tampil tanpa secuil pun penggunaan efek visual CGI. Juga tak ada rekayasa pada semua adegan perburuan, migrasi, pergantian musim, hingga tingkah lucu dan ekspresif para hewan liar itu.

Memang film ini lebih menonjolkan kekuatan gambar untuk menyampaikan pesan: betapa indahnya kehidupan di bumi, tapi semakin rapuh akibat pemanasan global. Sehingga Earth bisa dikatakan sebagai paduan An Inconvenient Truth yang mengusung pesan tegas dampak pemanasan global dengan March of The Penguins yang penuh keliaran dan kekocakan.

Menurut Alastair, gaya penyampaian minim narasi dan banyak gambar membuat Earth lebih mudah dipahami anak-anak, remaja, dan kaum muda. Merekalah sasaran utama Earth, yang diputar di Blitz Megaplex Indonesia mulai 22 April, bertepatan dengan Hari Bumi Internasional.

Maka, meski film yang pertama kali dirilis di Inggris pada November 2007 ini bercerita soal kehidupan hewan liar yang penuh dengan insting kebinatangan, aroma kekerasan nyaris tak tampak. Semua adegan perburuan berhenti sebelum satu tetes darah terlihat. ''Meski banyak gambar indah, kisah tiga karakter utama kami membawa penyadaran pada kaum muda tentang dampak buruk pemanasan global bagi kehidupan makhluk di bumi,'' ujar Alastair.

Beruang kutub, misalnya, akan lenyap pada 2030, karena habitat mereka menyusut akibat pencairan es di Artik dan Antartika. Jadi, lanjutnya, tak ada kata terlambat bagi kaum muda untuk menyelamatkan bumi.

Astari Yanuarti


-------------BOKS-------------

Bermula dari Planet Earth

Waktu acapkali jadi kendala ketika berbicara soal detail. Tak terkecuali pada Earth yang ''hanya'' berdurasi 99 menit. Waktu sependek ini, bagi pencinta dan pejuang lingkungan, tak bisa memberikan detail memadai. Nah, keinginan segmen pemirsa serius yang umumnya berusia matang itu terpenuhi lewat serial televisi ''Planet Earth''.

Serial 11 episode yang pertama kali tayang di jaringan TV kabel BBC pada 5 Maret 2006 itu adalah saudara tua film Earth. Dengan durasi 58 menit tiap episode, serial TV dokumenter pertama yang menggunakan teknologi HD itu jauh lebih informatif menggambarkan keseharian makhluk bumi yang paling terancam eksistensinya. Detail ini diperoleh berkat penjelajahan tim produksi yang dikepalai Alastair Fothergill hingga ke 204 lokasi di 62 negara selama lima tahun.

Meski mengangkat tema bumi yang kerap diusung, serial itu punya keunikan dan teroboson. ''Planet Earth'' memilih lebih banyak menyajikan berkah yang melingkupi bumi daripada bencana yang mengancam. Mereka mengajak penonton menjelajahi keindahan kehidupan liar yang masih bertahan di bumi kita.

Maka, Alastair menyajikan tiap episode berdasarkan kombinasi habitat dan wilayah geografi. Dimulai dengan ''From Pole to Pole'', dilanjutkan dengan ''Mountains'', ''Fresh Water'', ''Caves'', ''Deserts'', ''Ice Worlds'', ''Great Plains'', ''Jungles'', ''Shallow Seas'', ''Seasonal Forests'', dan berujung di ''Ocean Deep''. Penataan apik ini menjadi paket komplet penjelajahan keragaman flora dan fauna di bumi.

Tak hanya itu. Serial pemenang Emmy Award dan Peabody Award ini menyajikan banyak gambar spektakuler yang belum tampil dalam seri dokumenter sebelumnya. Ada perburuan serigala mengejar karibu (sejenis kerbau) dengan angle dari atas heli dan macan tutul salju memburu markhor (kambing gunung) di Himalaya.

Masih ditambah dengan adegan perburuan massal ratusan ikan gergaji. Plus keberhasilan serombongan burung bangau cantik spesies Demoiselle melintasi puncak tertinggi di bumi, Gunung Everest. Adegan yang diambil dari ketinggian 28.000 kaki ini menandai pengambilan gambar Gunung Everest pertama kali dari udara dalam sejarah.

Walau jauh dari muatan politis, ''Planet Earth'' terus menekankan betapa pentingnya pelestarian spesies dan peran manusia memperlambat pemanasan global. Segala keindahan dan berkah di bumi akan musnah jika manusia tetap tamak mengeksploitasi alam. Pesan ini sangat nyata dalam tiga episode pada seri pendamping ''Planet Earth: The Future'', yaitu ''Saving Species'', ''Into the Wilderness'', dan ''Living Together''.

Pendekatan yang lebih mengedepankan keragaman hayati nan fantastis di seluruh planet demi menumbuhkan kecintaan pada bumi itu ternyata banyak disukai. Terbukti, ''Planet Earth'' kini dipirsa penonton TV di 130 negara dengan rating tinggi.

Rilis paket DVD ''Planet Earth'' juga disambut antusias dan menduduki peringkat pertama penjualan DVD terlaris di Amazon.com selama berbulan-bulan. Versi blu-ray dan HD DVD-nya juga diminati para penggemar film dokumenter di negara-negara maju. Sukses ini terus berlanjut lewat perilisan film layar lebar Earth, versi ringkas ''Planet Earth''.

Astari Yanuarti

Jumat, April 18, 2008

Menembus Stockholm Berbekal Ketulusan

GATRA 22 / XIV 16 Apr 2008

Perempuan Asia pertama di posisi manajemen kantor pusat Ericsson, Swedia. Ketulusan, kreativitas, dan semangat memberikan yang terbaik menjadi kunci sukses karier Dewi Widiyanti.

Hanya sepekan. Sesingkat itulah waktu yang dimiliki Dewi Widiyanti untuk berkemas pindah dari Jakarta ke Stockholm, Swedia. Di ibu kota salah satu negara Skandinavia itu, akhir pekan ini, Dewi harus menetap selama tiga tahun. Selain repot memilah dan mengirim barang, ia pun sibuk mencari penyewa apartemennya di kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan.

Lima tahun belakangan ini, Dewi tinggal di apartemen seluas 100 meter persegi itu. Memang banyak penawaran yang masuk berkat iklan yang disebarkan melalui e-mail dan Facebook. ''Tapi belum ketemu yang cocok,'' kata Dewi, yang ingin apartemen kesayangannya itu dihuni orang dia kenal.

Di sela urusan berkemas, pehobi fotografi ini juga menjalani tugas sebagai Vice President Communications Business Unit Multimedia Ericsson Global, yang diemban awal Maret lalu. Jabatan gres itu mengharuskan anak kelima dari enam bersaudara ini pindah ke Stockholm, kantor pusat Ericsson.

Berkat kemajuan teknologi, Dewi bisa memantau kerja sembilan anak buahnya dari Stockholm, yang berjarak 10.500 kilometer dari Jakarta. ''Beberapa hari lalu, saya mengadakan conference call selama enam jam. Mereka sedang ada workshop, dan saya harus melakukan presentasi,'' tutur Dewi.

Ia bersyukur tak menghadapi masalah selama sebulan memimpin tim kerja yang anggotanya dari berbagai bangsa. Fakta bahwa Dewi adalah satu-satunya perempuan Indonesia, bahkan Asia, yang pertama berada di jajaran manajemen Ericsson pusat tak menjadi kendala. ''Alhamdulillah, mereka tak melihat kulitku, bahasa, ataupun gender,'' kata perempuan Jawa yang numpang lahir di Bandung, 35 tahun silam, ini.

Sebulan terakhir ini menjadi masa transisi Dewi. Dua pekan pertama bulan Maret ia habiskan di Stockholm. Setelah diperkenalkan pada anggota tim komunikasi dan seluruh unit bisnis multimedia, ia melakukan berbagai rapat. Karena belum resmi pindah, Dewi mendapat waktu dua pekan untuk kembali ke Tanah Air, menuntaskan perkerjaan yang tersisa.

Perbedaan kultur yang dihadapi Dewi pada saat ini memang lebih besar dibandingkan dengan selama berkarier di Ericsson Indonesia. Jumlah karyawan Ericsson di Indonesia hanya ratusan orang dan hampir semuanya orang lokal. Sedangkan karyawan Ericsson di kantor pusat mencapai 6.000 orang. Total karyawan Ericsson di 140 negara ada 74.000 orang.

Tantangan lain muncul dari besarnya tanggung jawab. Kini Dewi mengepalai tim komunikasi unit bisnis terbaru perusahaan telekomunikasi berusia 132 tahun itu. Unit bisnis multimedia ini yang terbentuk pada awal tahun lalu. Unit ini melengkapi dua unit bisnis lain yang jauh lebih tua: jaringan dan layanan global. Tiga unit bisnis itu menjadi pilar utama Ericsson untuk mempertahankan posisinya sebagai raja penyedia jaringan telekomunikasi dunia.

CEO Ericsson Carl-Henric Svanberg mengungkapkan, pasar multimedia yang memadukan TV, musik, gaming, video, dan radio lewat jaringan telepon tetap maupun seluler terus mekar. Nilai bisnisnya bakal melesat dari 20 milyar euro pada 2005 menjadi 100 milyar euro tahun 2011. Karena itulah, Ericsson perlu membentuk unit bisnis tersendiri yang khusus menangani multimedia. Unit ini mengurusi beragam hal, mulai manajemen konten dan aplikasi, keahlian teknis, hingga membina hubungan kuat dengan penyedia konten (content provider --CP) dan operator.

Sebagai VP komunikasi di unit bisnis strategis, tugas Dewi tergolong berat. Ia harus mengoordinasikan dan memantau perkembangan multimedia di setiap negara. Kecepatan mengambil keputusan juga menjadi keharusan. Pun masih harus menjalin komunikasi dengan CP, operator, hingga media massa. ''Saya yakin bisa menjalaninya, karena saya punya tim kerja profesional,'' tutur Dewi.

Keyakinannya itu bukan tanpa dasar. Pengalaman berkarier selama sembilan tahun di perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia sejak 101 tahun silam itu adalah modal kuat. Prestasi Dewi, yang memulai langkah di Ericsson Indonesia sebagai manajer komunikasi, terus melesat. Malah, kursi direktur bisa didudukinya hanya dalam waktu delapan tahun.

Persona Dewi yang ramah, hangat, supel, tulus, sekaligus cerdas memegang peran penting. Semua karakter itu adalah modal utama bagi seorang praktisi komunikasi dan pemasaran. Bekal ini pula yang membuat Dewi disukai mitra kerjanya. Baik itu rekan sekantornya, mitra dari kalangan operator telepon, pemerintah, hingga para jurnalis.

Pengakuan mereka atas persona Dewi sering disampaikan dalam berbagai acara dan pertemuan. Sebagian lagi tertumpah lewat halaman Friendster dan Facebook Dewi. Mantan penyiar radio KIS FM, Jakarta, ini selalu menyapa mitra kerjanya dengan kehangatan seorang teman. Tak mengherankan, Dewi tergolong populer. Ratusan temannya tersebar tak hanya di Indonesia, melainkan juga di belasan negara lain.

Dewi punya prinsip: tak boleh memandang rendah orang lain, serta bersikap tulus tanpa pamrih ketika berhubungan dengan orang lain. ''Pengalamanku, selama kita bersikap tulus, maka yang mau berbuat jahat pun tak akan tega,'' kata lajang yang punya nama udara Janet Jade itu.

Meski kariernya terus menanjak, Dewi mengaku tak pernah menetapkan target mencapai posisi tertentu dalam berkarier. Juga tak pernah bernegosiasi soal gaji. Prinsip kerjanya adalah totalitas. Di posisi mana pun, ia akan berusaha menyelesaikan tugas sebaik mungkin. Malah, kalau bisa, melebihi target yang dicanangkan perusahaan.

''Kalau kita mengerjakan apa yang ada di depan mata, dan menambahkan dengan sebaik-baiknya, maka opportunity itu hadir begitu saja,'' papar perempuan yang mengikuti belasan training kehumasan dan pemasaran di pelbagai negara itu. Resep ini terdengar sederhana, tapi ternyata manjur. Peluang selalu datang pada saat Dewi berhasil menyelesaikan tugas dengan baik.

Yang paling gres, peluang mendapat promosi ke kantor pusat muncul setelah Dewi bersama timnya sukses menyelenggarakan acara 100 tahun kehadiran Ericsson di Indonesia, Mei tahun lalu. Ketika itu, Ericsson menggelar pameran dan seminar ''E-Volve to the Next Level''. Acara yang digawangi divisi pemasaran dan komunikasi pimpinan Dewi itu bertujuan menumbuhkan industri konten dan multimedia dalam negeri. Juga berupaya menjembatani bisnis 16 perusahaan penyedia konten kenamaan di Indonesia dan Swedia.

Acara yang dikemas dengan kreatif itu tak hanya memperkuat citra Ericsson, juga mendukung bisnis Ericsson sebagai penguasa pasar vendor jaringan telekomunikasi di Indonesia. Jaringan Ericsson, baik GSM, 3G, maupun CDMA 2000-1X, digunakan oleh hampir semua operator telepon Indonesia, mulai PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), Indosat, XL, Telkomsel, hingga Hutchison.

Selain itu, Dewi bersama seluruh rekan di Ericsson Indonesia berhasil menguatkan posisi perusahaan. Indonesia masuk posisi kedua di Asia Pasifik sebagai negara terbesar penyumbang pendapatan pada Ericsson. Tahun lalu, sumbangan Ericsson Indonesia sekitar US$ 1 milyar atau 3% dari total pendapatan Ericsson sebesar US$ 30 milyar. Dengan prestasi ini, Svanberg pun menyempatkan berkunjung ke Jakarta, November silam.

Semua itu, kata Dewi, adalah prestasi bersama. Namun tak bisa dimungkiri, Dewi punya andil besar. Faktanya, dia mendapat promosi ke kantor pusat setelah melewati seleksi ketat selama beberapa bulan. ''Tapi jumlah wawancaranya lebih sedikit dibandingkan saat masuk ke Ericsson dulu yang sampai sembilan kali. Itu rekor,'' ujar Dewi sembari terkekeh.

Astari Yanuarti



Pendidikan:
- Sarjana ilmu komunikasi dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta
- Diploma public relations dari London School of Public Relations

Karier:
- 1992-2002, penyiar radio KIS FM
- 1995-1996, marketing executive Indo Multimedia
- 1996-1997, Assistant Public Relations Manager Hotel Hilton Jakarta
- 1997-1999, Public Relations Manager Hotel Hilton Jakarta
- 1999-2001, Communications Manager Ericsson Indonesia
- 2001-2003, Senior Communications Manager Ericsson Indonesia
- 2003-2005, General Manager Communications Department Ericsson Indonesia
- 2005-2006, Vice President Communications Divisions Ericsson Indonesia
- 2006-2008, Vice President Marketing & Communications Divisions Ericsson Indonesia
- 2007-2008, Director Ericsson Indonesia
- 2008-sekarang, VP Communications Business Unit Multimedia Ericsson Headquarter, Swedia

Kamis, April 10, 2008

FRIENDSTER Event


with the host: VP Global Marketing Friendster David L Jones

BlitzMegaplex, Grand Indonesia, Jakarta, April 2008

Rabu, April 09, 2008

Terseok di Negeri Sendiri

GATRA No. 8 / XIV 9 Jan 2008

Nyaris 99% belanja modal telekomunikasi Indonesia lari ke luar negeri. Sederet upaya dan aturan pendukung dari pemerintah belum bergigi. Terhadang masalah internal industri manufaktur telekomunikasi lokal.

Jerih payah 35 insinyur dari berbagai perguruan tinggi top di Indonesia selama beberapa bulan ini tak sia-sia. Peranti WIMAX (worldwide interoperability for microwave access) ciptaan mereka kini siap meluncur. ''Dalam waktu dekat, kami akan merilis peranti technology research globe (TRG) versi beta siap pakai,'' kata Sakti Wahyu Trenggono, Presiden Direktur PT Solusindo Kreasi Pratama.

Menurut Sakti, mereka sudah menyiapkan 100 site TRG versi beta yang akan diuji coba langsung oleh para operator telekomunikasi alias telko dari Indonesia. Ia yakin, produk buatan anak negeri itu sanggup bersaing dengan produk WIMAX buatan asing. Tak hanya dari sisi kualitas, melainkan juga harga dan layanan purnajual.

PT Solusindo Kreasi Pratama mengembangkan TRG melalui unit riset dan pengembangan dengan pendanaan internal sebesar Rp 5 milyar. Mereka merekrut insinyur lulusan terbaik dari Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi 10 November. Para insinyur inilah yang membuat semua desain dan software TRG.

Namun Sakti mengakui, belum semua komponen pendukung bisa dibuat di Indonesia. Desain chipset mereka harus dibuat di Kanada. Desain printed circuit board (PCB) juga masih harus dibuat di Taiwan. Sebab di Indonesia belum ada perusahaan yang bisa membuat PCB enam lapis sesuai dengan desain TRG. Komponen lain sudah bisa diproduksi di Batam. ''Tapi kunci utama dalam pengembangan peranti WIMAX ada di desain dan software, dan itu sudah karya kita sendiri,'' Sakti menjelaskan.

Sebelumnya, TRG versi alfa juga didemokan di Vietnam dan Malaysia. Dan mendapat sambutan baik dari beberapa operator setempat. Respons positif ini dan hasil uji coba versi beta akan menjadi modal mereka ikut tender WIMAX yang bakal digelar pemerintah.

Tender ini rencananya dibuka pada akhir tahun 2006. Lalu mundur menjadi Maret silam. Namun, pada saat itu, perusahaan lokal yang siap baru satu, yaitu Harif, perusahaan teknologi informasi dari Bandung. Karena itu, pemerintah memilih menunda sampai paling cepat awal tahun 2008. ''Karena tak mungkin mengadakan tender dengan satu atau dua peserta,'' kata Gatot S. Dewa Broto, Kepala Bagian Umum dan Humas Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Postel), Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo).

Pentingnya pemenuhan komponen lokal dalam tender WIMAX sudah lama digaungkan oleh Dirjen Postel, Basuki Yusuf Iskandar. Menurut Basuki, pihaknya ingin mengurangi ketergantungan pada produk telko asing. Sekaligus bisa menghidupkan kembali industri manufaktur telko lokal yang masih sekarat. ''Karena itu, kami menerapkan kebijakan kandungan lokal pada pembangunan infrastruktur telko,'' kata Basuki.

Ditjen Postel sudah memulainya pada saat tender 3G, Oktober 2006. Semua pemenang wajib menggunakan 30% belanja modal dan 50% belanja operasi dari komponen lokal. Target ini harus dipenuhi secara bertahap selama lima tahun. Namun, harus diingat, pengadaan tanah, pembangunan gedung, penyewaan gedung, pemeliharaan gedung/bangunan, dan gaji pegawai tak bisa dihitung sebagai komponen lokal.

Selain itu, pihaknya juga memberikan pembiayaan R&D pada berbagai lembaga penelitian untuk mengembangkan produk telko lokal. Pada dasarnya, beberapa jenis peranti telko, seperti pesawat telepon, perangkat telepon umum, perangkat wartel radio, receivier, dan antena parabola, sudah bisa dibuat oleh industri lokal.

Kebijakan kewajiban penggunaan komponen lokal hingga 30% pun akan diterapkan pada tender WIMAX yang menggunakan peranti berfrekuensi 2.3 GHz. Juga tender telepon pedesaan (universal service obligation), yang mensyaratkan 35% komponen lokal.

Meski sudah banyak upaya dari pemerintah, wajah industri manufaktur telko Indonesia masih mengenaskan. Berdasarkan catatan Ditjen Postel, industri manufaktur telko dalam negeri hanya menyerap 3% dari belanja modal tahunan operator Indonesia.

Belanja modal operator telko tahun ini mencapai Rp 44 trilyun. Ini berarti hanya sekitar Rp 1,32 trilyun yang mengalir ke dalam negeri. Sisanya menguap ke luar negeri. Jika dipilah lebih detail lagi, hanya sekitar 1,5% (Rp 660 milyar) yang benar-benar merupakan produk lokal. Setengah lagi sisanya, meski dibelanjakan di dalam negeri, ternyata bukan asli buatan lokal. Malah produk CPE (customer premise equipment) nyaris seluruhnya dikuasai produk impor.

Ada sedikit data berbeda dari Direktur Industri Telematika, Departemen Perindustrian, Ramon Bangun. Ia menyebutkan, hanya 1% capex (belanja modal) operator yang mengalir ke industri lokal. Padahal, menurut catatannya, belanja modal operator mencapai Rp 100 trilyun per tahun. ''Sedangkan kemampuan penyerapan industri telekomunikasi lokal sudah mencapai 20% dari capex para operator,'' kata Ramon.

Masalahnya, pemerintah memang hanya bisa membuat kewajiban penggunaan komponen lokal untuk proyek yang menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sedangkan mayoritas operator kita sudah dikuasai asing, sehingga sumber belanja modal mereka bukan dari APBN.

Penguasaan asing ini membuat proyek pembangunan jaringan telko cenderung berbentuk paket. Vendor jaringan yang juga semuanya asing akan membawa semua komponen radio mereka ke Indonesia. Sehingga nyaris tak ada penyerapan komponen lokal di Indonesia.

Masalah ini masih diperberat dengan beberapa halangan internal dalam industri telko lokal. Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Telekomunikasi Kadin Indonesia, Teguh Anantawikrama, kerja sama antar-perusahaan komponen telko lokal masih sangat kurang. Padahal, jika mereka mau bersatu, bisa membentuk satu rangkaian produksi yang dapat memenuhi target Ditjen Postel. ''Jadi, kalau mereka mau bergabung, tak hanya Harif yang muncul sebagai satu-satunya perusahaan yang siap untuk WIMAX,'' ujarnya.

Selain itu, perkembangan perusahaan-perusahaan ini juga sulit dipantau. Kadin dan Departemen Perindustrian sering tak bisa mendapat data berapa volume perdagangan dan rencana bisnis tiap perusahaan, karena mereka memang tak bersedia memberikannya. Alhasil, hingga kini, data akurat berapa volume perdagangan bisnis ini belum bisa dibuat.

Toh, Teguh menegaskan, masih ada peluang bagi industri telko lokal. Salah satu yang harus dilakukan adalah mencari sisi mana yang bisa dikembangkan menjadi produk jagoan. Pemilihan ini perlu, karena tak mungkin industri telko Indonesia bisa bersaing di semua sisi dengan industri asing yang sudah terlalu kuat.

Ia mengusulkan penekanan pada desain dan software. Sebab fokus pada dua hal inilah yang masih punya peluang bersaing dengan asing. ''Kalau peranti keras yang butuh R&D lebih matang, kita akan selalu tertinggal dari negara-negara yang punya R&D kuat,'' ujar Teguh.

Sedangkan Sakti menyebutkan perlunya proteksi di sektor telko untuk melindungi industri lokal. Kalau perlu, beberapa sektor, seperti industri pembuatan menara pemancar, masuk daftar negatif investasi. Sebab kesiapan industri lokal sudah kuat, tapi bisa ambruk jika diserbu modal asing. ''Dalam beberapa aspek lain, pemerintah bisa mewajibkan vendor jaringan asing menggandeng pabrikan lokal, sehingga tetap ada nilai tambah,'' ia menyarankan.

Astari Yanuarti

Lampu Kuning Penerbangan Nusantara

Gatra no 21 / XIV 9 Apr 2008

Jatuhnya pesawat AdamAir DHI 574 di Majene, Sulawesi Barat, adalah cermin buruk pengabaian keselamatan penerbangan. Bukan kesalahan tunggal. Perbaikan menyeluruh harus dilakukan pemerintah dan maskapai penerbangan.

Inilah rekaman percakapan terakhir pilot Refri A. Widodo dan kopilot Yoga Susanto beberapa saat sebelum pesawatnya, Boeing 737-400, menghunjam ke laut di kawasan Majene, Sulawesi Barat.

1 Januari 2007, pukul 14.58.10 Wita
Suara alarm bank angle terdengar.

14.58.12

Pilot: Taro nav lagi taro nav lagi.

14.58.14

Kopilot: Ya.

14.58.15

Pilot: Taro nav lagi taro nav lagi.

14.58.16

Terdengar suara alarm attitude deviation.

14.58.19

Kopilot: Nav.

14.58.20
Pilot: Jangan dibelokin! Ini heading kita.

14.58.58
Kopilot: Naik! Naik! Naik! Naik! Naik! Naik!

14.59.05
Dummm... dummm.... Suara dentuman keras terdengar.

14.59.24
Senyap. Cockpit voice recorder (CVR) berhenti merekam pada ketinggian 9.920 kaki (3 kilometer).

Selanjutnya pesawat AdamAir DHI 574 yang mengangkut 102 orang itu terjun bebas, dengan kecepatan hingga 1.134 kilometer per jam dari ketinggian 35.000 kaki (10,8 kilometer). Pada saat meluncur, beberapa bagian pesawat seperti aileron (kemudi guling), elevator (kemudi ungkit), dan rudder (kemudi geleng) patah. Badan pesawat pun hancur berkeping-keping ketika menghunjam laut.

Serpihan terbesar yang dapat diperoleh hanyalah kepingan elevator sepanjang sekitar 1 meter dari sisi kiri belakang pesawat. Jasad seluruh penumpang lenyap ditelan kegelapan laut sedalam 2.000 meter. Sepotong rekaman CVR tadi adalah sebagian kecil temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam penyelidikan kasus AdamAir 574. Selasa pekan lalu, KNKT mengumumkan ke publik hasil investigasi penyebab kecelakaan itu.

Temuan ini didasarkan pada analisis rekaman kotak hitam, yang terdiri dari CVR dan flight data recorder (FDR). "Hasil analisis CVR menunjukkan, kedua pilot menghadapi problem navigasi, yakni IRS (inertial reference system) atau sistem panduan navigasi," kata Ketua KNKT, Tatang Kurniadi. Sekitar 13 menit sebelum jatuh, pilot dan kopilit AdamAir DHI 574 itu menemukan kerusakan pada IRS mode selector unit 2 yang ada di sebelah kanan.

Kerusakan tersebut menyedot perhatian mereka. Akibatnya, mereka alpa memperhatikan alat-alat penerbangan lain, terutama dalam dua menit terakhir ketika mode autopilot (kemudi otomatis) mati. Hasil digital flight data recorder (DFDR) menunjukkan, pesawat sebelumnya terbang dengan instrumen kemudi otomatis. Instrumen ini mati ketika kedua pilot mengganti mode IRS tanpa mengikuti buku panduan. Pesawat perlahan miring hingga berujung jatuhnya pesawat (baca: Menit-menit Maut Adam 574).

Tatang menyatakan, kecelakaan itu terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Mulai kegagalan pilot mengendalikan pesawat, pengabaian manajemen pada perawatan pesawat, hingga pengawasan pemerintah. Kesimpulan ini didukung dengan data technical log (laporan pilot) dan maintenance records (laporan perawatan) selama Oktober-Desember 2006, yang menunjukkan terjadi 154 kerusakan di IRS. Baik langsung maupun tidak langsung, terutama sistem 1 sebelah kiri.

Parahnya, sampai kejadian tragis itu, maskapai AdamAir terbukti tidak memenuhi standar component reliability dalam reliability control program (RCP). Meski memberikan kesimpulan, lanjut Tatang, hasil investigasi kecelakaan penerbangan tidak mengenal pengambilan kesimpulan atau sekadar menyalahkan unsur-unsur tertentu, misalnya human error. ''Investigasi kecelakaan pesawat terbang tidak mencari siapa yang salah, tapi mencari sebab kecelakaan terjadi untuk evaluasi agar kecelakaan tidak terulang,'' ujar Tatang.

Meski KNKT menegaskan bahwa laporannya tidak menuding siapa yang salah, tindakan hukum tetap akan bergulir. Pihak Markas Besar Polri sudah mengindikasikan akan menyelidiki temuan KNKT itu. Fakta penggunaan suku cadang palsu bermutu rendah oleh manajemen AdamAir menjadi salah satu dasar penyelidikan. Tindakan ini terbukti menyebabkan kematian seluruh penumpang pesawat AdamAir 574.

Selain itu, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal akan menindaklanjuti temuan KNKT terkait dengan pengawasan yang seharusnya dijalankan inspektur dari Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara (DSKU). Mengapa kerusakan IRS sampai ratusan kali itu bisa lolos dari pemeriksaan DSKU. Seharusnya DSKU menindak kesalahan yang bisa menyebabkan kegagalan navigasi di udara itu.

Ketua DSKU, Yurlis Hasibuan, mengakui bahwa mereka mengetahui adanya keluhan soal kerusakan IRS dari pihak internal AdamAir. Tapi ia mengaku tidak tahu kerusakan sudah terjadi sampai sebanyak laporan KNKT. Soal ketiadaan sanksi, Yurlis enggan mengomentarinya. ''Setiap instrumen di pesawat memiliki cadangan. Mereka punya waktu untuk memperbaiki kerusakan sampai 10 hari,'' kata Yurlis.

Ketidaktegasan pemerintah, termasuk DSKU, sudah banyak disorot. Salah satunya oleh pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. ''Semestinya DSKU secepatnya mencabut izin penerbangan rute AdamAir yang membahayakan keselamatan penumpang,'' ujar Agus.

Apalagi, sejak kejadian di Majene itu, rating keselamatan AdamAir terus memburuk. Selang sebulan, pesawat AdamAir KI-172 jenis Boeing 737-300 mengalami hard landing (pendaratan keras) di Bandar Udara (Bandara) Djuanda, Surabaya. Meski 148 penumpang dan krunya selamat, bagian tengah pesawat retak hingga melengkung dan sayap kirinya rusak.

Kemudian, pada pekan kedua Maret lalu, AdamAir KI-292 rute Jakarta-Batam tergelincir di ujung landasan pacu (runway) Bandara Hang Nadim, Batam. Pesawat Boeing 737-400 ini sempat menunda pendaratan selama 20 menit dengan "go around" karena cuaca buruk sebelum pilot memutuskan mendaratkan pesawat. Akibatnya, roda dan sayapnya rusak cukup parah. Untunglah, 171 penumpangnya selamat.

Nah, baru pada insiden inilah, Departemen Perhubungan menunjukkan sikap tegas, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan, mengeluarkan surat pembekuan operasi AdamAir pada 18 Maret 2008. ''Namun ini sudah telat sekali. Bahkan mestinya sejak kasus Tambolaka tahun 2006,'' kata Dudi Sudibyo, pengamat penerbangan.

Menurut Jusman, sebelum kejadian di Batam, sebenarnya AdamAir sudah menunjukkan kinerja membaik. Peringkatnya naik dari III ke II. Insiden Batam, plus masalah finansial yang melanda Adam akibat penarikan dana salah satu investornya, Bhakti Investama, membuatnya turun lagi ke peringkat III.

Pengawasan dan sikap tegas regulator juga masuk kaca pembesar Uni Eropa. Otoritas penerbangan di negara-negara maju itu menilai, insiden dan kecelakaan di Indonesia tak lepas dari lemahnya pengawasan inspektur. Karena Uni Eropa tak mungkin membidik pemerintah, mereka lalu melarang 52 maskapai Nusantara terbang ke Uni Eropa.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Budhi Muliawan Suyitno, tak tinggal diam menghadapi larangan Uni Eropa yang dirilis pada Juni tahun lalu itu. Indonesia akan menunjukkan upaya kongkret melakukan sebagian dari sekitar 600 rekomendasi dari Uni Eropa. ''Kita akan coba opsi pertama, jalur cepat untuk mencabut pelarangan empat maskapai, yaitu Garuda, Mandala, AirFast, dan Premier,'' kata Budhi.

Ia mengakui, sebagai regulator, pihaknya masih perlu meningkatkan pengawasan. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas inspektur untuk pesawat berbadan lebar. Sedangkan dari sisi jumlah, lanjut Budhi, rasionya sudah bagus, yaitu satu inspektur untuk lima pesawat. Perbandingan ini setara dengan negara-negara maju.

Sejak tragedi AdamAir 574 itu, pemerintah makin ketat mengawasi kinerja maskapai penerbangan. April tahun lalu, DSKU mulai merilis audit maskapai yang dibagi menjadi tiga peringkat. Pemeringkatan ini dibuat berdasarkan kinerja triwulan maskapai, baik maskapi pemegang air operation certificate (AOC)-121 maupun AOC 135.

Untuk bisa mempertahankan AOC, tiap operator minimal berada di peringkat II. Uniknya, pada penilaian pertama, tak satu pun maskapai masuk peringkat I. Garuda saja terpuruk di posisi kedua. Malah tujuh maskapai bertengger di peringkat III. Meski mengejutkan, bisa jadi begitulah cermin dunia penerbangan di Indonesia yang sering mengalami insiden dan kecelakaan. Ada yang tergelincir. Banyak pula yang baru terbang, lantas kembali mendarat lantaran ada kerusakan mesin.

Ada juga yang menabrak kuburan ketika mendarat, lalu jatuh dan terbakar. Tak mengherankan jika dunia internasional menilai Indonesia sebagai salah satu negara dengan catatan keselamatan penerbangan buruk sepanjang 2007. Untunglah, stempel buruk ini dapat memicu operator penerbangan lokal untuk berbenah. Hasilnya, pada penilaian kedua, Juni 2007, Garuda bisa naik ke peringkat I, meski hanya single.

Barulah pada pemeringkatan ketiga yang berlangsung September silam, enam maskapai masuk peringkat I. Anggota peringkat I bertambah satu, Batavia Air, pada pemeringkatan keempat dan kelima (selengkapnya, lihat: Peringkat Maskapai Penerbangan Kelima, Maret 2008).

Astari Yanuarti



Menit-menit Maut Adam 574

Pesawat Adam Air 574 lepas landas dari Bandara Djuanda, Surabaya, tepat pukul 05.59 GMT (12.59 WIB), 1 Januari 2007. Pesawat Boeing 737-400 dengan instrument flight rule (IFR) ini mengangkut 102 orang, terdiri dari dua pilot, empat awak kabin, 85 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan empat balita. Bahan bakar yang ada di tangki pesawat cukup untuk penerbangan 4,5 jam. Adam 574 dijadwalkan mendarat di Bandara Sam Ratulangi, Manado, pukul 08.14 GMT (16.14 Wita).

Namun pesawat berusia 18 tahun itu tak pernah sampai di Manado. Adam 574 lenyap dari pantauan radar menara pengontrol Bandara Hasanuddin, Makassar, pukul 14.58 Wita pada ketinggian 35.000 kaki (10,8 km) di perairan Majene, Sulawesi Selatan.

Berikut ini kronologi menit-menit akhir Adam 574, berdasarkan analisis KNKT.

Pukul 14.56.35 Wita
Pilot mengubah mode autopilot VNAV menjadi mode altitude hold. Sehingga navigasi IRS harus dipindahkan menjadi ATT (attitude) dari NAV (navigasi).

Pukul 14.57.36 Wita
Mode autopilot mati karena pengubahan navigasi IRS. Akibatnya, posisi kemudi kembali ke netral dari posisi 5 derajat ke kiri selama dalam mode autopilot. Kondisi ini membuat pesawat miring ke kanan 1 derajat/detik. Ini tak disadari pilot dan kopilot karena mengalami disorientasi spasial.

Pukul 14.58.10 Wita
Alarm berbunyi bank angle terdengar pertama kali karena pesawat sudah miring ke kanan 35 derajat. Alarm akan berhenti berbunyi jika kemiringan pesawat bisa dikembalikan ke posisi aman di bawah 30 derajat.

Pukul 14.58.23 Wita
Pilot memutar kemudi guling 15 derajat untuk mengembalikan posisi. Namun hidung pesawat sudah menukik hingga 5 derajat dengan kecepatan 2,3 derajat/detik.

Pukul 14.58.35 Wita
Peringatan overspeed berbunyi pada saat kecepatan pesawat 0,82 Mmo. Hidung pesawat menukik hingga 60 derajat, dan kemiringan pesawat sudah 100 derajat ke kanan. Pilot tak melakukan upaya agar sayap pesawat tak miring.

Pukul 14.58.51 Wita
Kecepatan pesawat meninggi hingga 0,9 Mmo. Ini sudah melewati batas desain pesawat. Suara berisik makin terdengar. Pilot lalu berusaha menaikkan hidung pesawat tanpa lebih dulu mengembalikan kemiringan ke posisi aman. Sementara itu, alarm overspeed terus berbunyi sampai 19 detik selanjutnya.

Pukul 14.59.05 Wita
Suara dentuman deras dummm..... Kemudi ungkit rusak akibat perubahan gaya gravitasi tiba-tiba dari 3,5g menjadi-2,8g. Pesawat sudah tak bisa dikendalikan.

Pukul 14.59.24 Wita
CVR (cockpit data record) berhenti merekam pada ketinggian 9.920 kaki (3 km).


BOKS
Tak Perlu Alergi dengan LCC

Citra bagus ditorehkan maskapai penerbangan yang mengusung strategi low cost carrier (LCC). Tapi itu terjadi di luar Indonesia. Di negeri ini, istilah LCC lekat dengan aneka cap buruk. Mulai kumuh hingga yang paling menakutkan adalah soal rendahnya keselamatan. Persepsi terakhir ini terbentuk bukan tanpa sebab. Cap negatif itu melekat seiring dengan rangkaian insiden dan kecelakaan pesawat komersial bertarif murah. Dari Lion Air, AdamAir, hingga Batavia Air.

Asumsi itu sedikit berubah ketika pesawat Boeing 737-497 milik Garuda Indonesia terbakar di Bandar Udara (Bandara) Adi Sucipto, Yogyakarta, Maret tahun silam. Ternyata maskapai milik pemerintah yang dianggap sebagai maskapai premium alias full service juga bisa mengalami kecelakaan. ''Di Indonesia memang ada salah kaprah pemahaman LCC, yang dianggap identik dengan pemangkasan biaya perawatan demi harga murah,'' ujar pengamat penerbangan, Dudi Sudibyo.

Pemangkasan itu membuat LCC dianggap punya tingkat keselamatan penerbangan lebih rendah daripada full service carrier. Padahal, sejatinya bukan biaya pemeliharaan pesawat yang dipangkas, melainkan penghematan di beberapa sisi lain yang tak berhubungan dengan faktor keselamatan. Misalnya peniadaan tiket fisik, makanan dan minuman di pesawat, hingga pemilihan satu tipe pesawat saja.

Model seperti inilah yang dipakai maskapai LCC di luar negeri, seperti AirAsia yang berbasis di Malaysia, RyanAir dari Irlandia, hingga Southwest Airlines di Amerika Serikat. Berbekal konsep itu, ketiga maskapai tersebut menawarkan harga kursi hemat yang mendapat sambutan hangat penumpang.

Beda dengan di Indonesia, maskapai LCC itu jarang mengalami kecelakaan. Tengok saja catatan AirAsia yang belum pernah mengalami kecelakaan fatal sejak beroperasi sebagai LCC pada 2002. Maskapai LCC terbesar di Asia itu ''hanya'' mengalami empat kali insiden ketika pendaratan, tanpa korban jiwa.

Tak mengherankan jika AirAsia makin populer dan diminati. Tahun lalu, mereka mengangkut 8,7 juta penumpang dari 100 rute penerbangan domestik maupun internasional. Naik dari 5,7 juta penumpang pada 2005. Untuk tahun ini, AirAsia menargetkan bisa mengangkut 18 juta penumpang. Lonjakan jumlah penumpang ini terjadi karena AirAsia juga punya anak usaha di Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Kisah sukses LCC luar negeri sebenarnya bisa dipraktekkan di Indonesia. Peluang ini makin terbuka seiring dengan rencana Departemen Perhubungan (Dephub) membuat standar pelayanan minimum (SPM) angkutan udara berdasarkan besaran tarif tiket. Aturan ini akan membedakan sistem penarifan maskapai full service dengan LCC.

Beleid SPM itu pun secara tak langsung membakukan keberadaan LCC di Indonesia. Sebab, sampai kini, secara resmi Dephub tak mengenal istilah LCC. Sehingga infrastruktur pendukung, seperti bandara khusus LCC, tidak ada. Meski, di lapangan, beberapa maskapai jelas-jelas memosisikan diri sebagai LCC, seperti Lion Air dan IndonesiaAirAsia.

Nah, berkaca pada pengalaman negara lain, Dephub juga berencana membuat bandara LCC. Biasanya letak bandara kelas II ini di luar kota dan punya biaya penanganan di darat yang murah.

Astari Yanuarti

BOKS
Bisnis yang Kian Mekar


Kecelakaan boleh saja terjadi, tapi minat orang naik pesawat tidak juga terhenti. Buktinya, meski insiden penerbangan di Indonesia cukup tinggi, jumlah penumpang pesawat terus meningkat. Sepanjang tahun lalu, misalnya, jumlah penumpang domestik 31,17 juta orang dan penumpang internasional 5,98 juta. Meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 26,5 juta penumpang domestik dan 5,1 juta penumpang internasional.

Tren kenaikan penumpang memang terjadi sejak tahun 2000. Pada saat itu, jumlah penumpang domestik tercatat hanya 8,7 juta dan penumpang internasional 4,7 juta. Pemekaran jumlah penumpang pesawat ini terjadi seiring dengan deregulasi industri penerbangan Indonesia, yang membuat jumlah maskapai penerbangan mekar hingga tiga kali lipat.

Selain itu, tiket murah maskapai-maskapai baru juga menjadi faktor penarik lonjakan penumpang. Menurut Dirjen Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan, M. Budhi Suyitno, dalam tiga tahun ke depan, pertumbuhan penumpang domestik masih akan terkerek hingga di atas 20%.

Prediksi ini rupanya juga sudah lama dicium maskapai penerbangan di Indonesia. Mereka mulai berlomba membeli armada pesawat baru. Dimulai dengan Lion Air yang memesan 60 unit pesawat seri baru Boeing 737 900ER, tahun lalu. Kedatangan secara bertahap armada senilai US$ 3,7 milyar sampai tahun 2009 itu melengkapi 36 armada Lion Air.

Belakangan, Lion mengumumkan menambah pesanannya menjadi 100 unit terkait rencana ekspansi mereka ke luar negeri. Maskapai milik Rusdi Kirana ini akan mengakuisisi beberapa maskapai di Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

Langkah Lion diikuti maskapai lain, seperti Mandala Air, Sriwijaya Air, dan Batavia Air. Berbekal suntikan dana segar US$ 55 juta, Mandala membeli beberapa pesawat baru Airbus. Mereka akan membeli 24 unit pesawat baru hingga tahun 2009. Sementara itu, Batavia Air sudah membeli armada baru jenis Airbus A319 dan A320. Tak ketinggalan, Sriwijaya Air mendatangkan 10 unit pesawat Boeing 737 seri 300 hingga 500 mulai tahun ini.

Kehadiran pesawat-pesawat baru itu, selain tuntutan persaingan pasar, juga berkah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35, Juni 2005, tentang Pembatasan Umur Pesawat. Peraturan ini menyatakan, umur maksimum pesawat 35 tahun atau sudah melakukan 70.000 kali terbang.

Regulasi itu keluar menyusul banyaknya kecelakaan pesawat jenis Boeing 737-200. Ketika itu, pesawat berumur rata-rata 35 tahun ini memang banyak dipakai maskapai Indonesia. Dengan harga sewa yang murah, karena memang sudah uzur, para maskapai beranggapan bisa menekan harga tiket. Faktanya, perawatan pesawat tua juga mahal. Sehingga banyak maskapai yang terjebak memangkas biaya perawatan yang berujung pengabaian aturan keselamatan penerbangan.

Untunglah, kini paradigma lebih untung memakai pesawat butut mulai berubah. Malah Lion Air yakin bisa makin moncer sebagai maskapai LCC, dengan pesawat-pesawat gres yang notabene mahal. Meski harga belinya mahal, biaya perawatannya lebih murah. Karena itu, Lion pun berani memangkas harga tiket hingga 30% untuk penumpang Boeing 737-900 ER.

Astari Yanuarti


Tiga Peringkat Maskapai Lokal


Peringkat pertama: maskapai penerbangan yang 100% memenuhi peraturan sistem manajemen serta standar keselamatan dan keamanan penerbangan sesuai dengan regulasi Departemen Perhubungan.

Peringkat kedua: maskapai penerbangan yang belum 100% memenuhi peraturan sistem manajemen serta standar keselamatan dan keamanan penerbangan, tapi masih bisa melakukan perbaikan. Maskapai yang masuk kategori ini diberi kesempatan oleh Direktorat Sertifikasi Kelayakan Udara (DSKU) untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu tertentu.

Peringkat ketiga: maskapai penerbangan yang tidak mematuhi regulasi yang ditetapkan DSKU, misalnya manajemen personal tidak lengkap dan mengabaikan sistem manajemen serta standar keselamatan dan keamanan penerbangan. Untuk kategori ini, izin aircraft operator certificate langsung dicabut.

PERINGKAT MASKAPAI PENERBANGAN PERIODE V MARET 2008*

KATEGORI PESAWAT BERJADWAL (AOC 121)

PERINGKAT I:
1
Garuda Indonesia
Berjadwal Penumpang
2
Merpati Nusantara Airlines
Berjadwal Penumpang
3
Indonesia AirAsia
Berjadwal Penumpang
4
Lion Air
Berjadwal Penumpang
5
Wings Air
Berjadwal Penumpang
6
Mandala Airlines
Berjadwal Penumpang
7
Batavia Air
Berjadwal Penumpang

PERINGKAT II:
1
Sriwijaya Air
Berjadwal Penumpang
2
Pelita Air Service
Berjadwal Penumpang
3
Trigana Air Service
Berjadwal Penumpang
4
Kartika Airlines
Berjadwal Penumpang
5
Travel Express Aviation Service
Berjadwal Penumpang
6
Riau Airlines
Berjadwal Penumpang
7
Trans Wisata Prima Aviation
Berjadwal Penumpang
8
Ekspres Transportasi Antar Benua
Borongan
9
Republik Ekspres Airlines
Kargo
10
Megantara
Kargo
11
Tri M.G. Airlines
Kargo
12
Manunggal Air Service
Kargo

PERINGKAT III**:
1. AdamAir


KATEGORI PESAWAT TAK BERJADWAL (AOC 135)

PERINGKAT I:
1
Airfast
Borongan
2
Travira
Borongan
3
Indonesia Air Transport
Borongan
4
Pelita Air Service
Borongan
5
National Utility Helicopter
Borongan
6
Premiair
Borongan

PERINGKAT II:
1
Derazona Air Service
Borongan
2
Gatari Air Service
Borongan
3
Aviastar Mandiri
Borongan
4
Trigana Air Service
Borongan
5
Susi Air
Borongan
6
Pura Wisata Baruna
Borongan
7
Eastindo
Borongan
8
Penerbangan Angkasa Semesta
Borongan
9
Air Pacific Utama
Borongan
10
Intan Angkasa Air Service
Borongan
11
Sayap Garuad Indah
Borongan
12
Asco Nusa Air
Borongan
13
Balai Kalibrasi Penerbangan
Borongan
14
Helizona
Borongan
15
Kura-kura Aviation
Borongan
16
Sampoerna Air Nusantara
Borongan
17
Transwisata Prima Aviation
Borongan
18
SMAC
Borongan
19
Tri M.G. Airlines
Borongan
20
Dabi Air Nusantara
Borongan
21
Deraya Air Taxi
Berjadwal Penumpang
22
Dirgantara Air Service
Berjadwal Penumpang

* Sumber: Direktorat Sertifikasi Kelayakan Udara
**Izin operasi dibekukan pada 18 Maret 2008

Sabtu, April 05, 2008

ROOF TOP, JAKARTA's SKY




from the roof top of my work place, April 2008

THAT WHY I LOVE THIS TOWN

I pick it from my fave singer, Bon Jovi. He sing a song that reflect what I feel 'bout JAKARTA. dum dum dum..rocks my world..sing it loud

"I Love This Town"


I always knew, that I'd like this place
You don't have to look too far, to find a friendly face
I feel alive when I'm walkin' on the street
I feel the heart of the city poundin' underneath my feet

Yeahhhhh let the world keep spinnin round 'n' round
This is where it's goin' down, down, down
That's why I, love this town
That's why I, keep co-min' round

Say hey (say hey) say yeah (say yeah)
You make me feel at home some how, right, now
That's why I, love this town

I've got some good friends here, I might have broke a heart or two
It's gettin' loud over there, they boys must have had a few
And hey the cop on the corner, he knows everybody's name
And a kid with a train singin' for some spare loose change

Yeahhhhh let the world keep spinnin round 'n' round
This is where it's goin' down, down, down
That's why I, love this town
That's why I, keep co-min' round

Say hey (say hey) say yeah (say yeah)
You make me feel at home some how, right, now
That's why I, love this town

There's shoutin' from the rooftops
Dancin' on the bars
Hangin' out the window
Drivin' in their famous cars
You want it? You got it
You ready? I'm on it
Come on now, here we go agaiiinnnnnn....

That's why I, love this town
No matter where you're from, tonight you're from right here
This is where it all goes down, down, down
That's why I, love this town

Say hey (say hey) say yeah (say yeah)
I love this town


Vientiane, Lao PDR




My IndoChina Trip, November 2007

Nasib Citi di Pundak Pandit

8 / XIV 9 Jan 2008

Citigroup mengalami kerugian terbesar dalam 17 tahun terakhir. Vikram Pandit terpilih sebagai CEO Citigroup yang baru. Ia orang India kedua yang menjadi pucuk pimpinan perusahaan keuangan Amerika Serikat. Diragukan berhasil, karena krisis kredit macet KPR di Amerika belum teratasi.

Masalah masih enggan meninggalkan Citigroup. Kerugian bank beraset terbesar di Amerika Serikat ini bakal membengkak pada kuartal keempat 2007. Kabar itu keluar dari trio analis Goldman Sachs & Co, yaitu William F. Tanona, Betsy Miller, dan Neil C. Sanyal, Jumat pekan lalu.

Mereka memprediksi, total penghapusan utang Citigroup mencapai US$ 18,7 milyar (Rp 175 trilyun) sepanjang tahun ini. Angka itu jauh lebih besar dari perkiraan resmi pihak Citigroup, yang menyebutkan US$ 11 milyar (Rp 103 trilyun). Versi Citigroup ini diumumkan pada awal November lalu.

Biang masalah yang melilit Citigroup adalah krisis kredit pemilikan rumah alias KPR (subprime mortgage). Dana Citigroup yang tertanam di sana US$ 55 milyar. Sekitar US$ 43 milyar di antaranya berpotensi macet. Sejalan dengan krisis subprime mortgage yang masih terus berjalan, kerugian Citigroup pun makin membengkak. ''Kami yakin, butuh beberapa kuartal lagi sebelum krisis KPR ini bisa ditangani pasar,'' tulis analis Goldman Sachs, seperti dikutip kantor berita AP.

Angka kerugian penurunan nilai aset, baik versi Citigroup maupun Goldman Sachs, tercatat sebagai kerugian terbesar selama 17 tahun terakhir. Sebelumnya, pada pengumuman kinerja kuartal ketiga, Citigroup mencatat kerugian sebesar US$ 6,4 milyar terkait subprime mortgage. Ini belum termasuk kerugian dari bisnis kartu kredit dan lainnya.

Pendapatan perusahaan beraset US$ 2,35 trilyun itu hanya US$ 22,4 milyar, dengan keuntungan bersih US$ 2,21 milyar. Pendapatan mereka turun 60% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2006. Akibatnya, saham Citigroup terus menurun. Saham perusahaan yang berdiri tahun 1812 ini hanya bernilai US$ 29,6 per lembar, turun 45% dibandingkan dengan awal 2007. Nilai kapitalisasi pasar juga anjlok lebih dari US$ 50 milyar.

Kerugian itulah yang memicu pengunduran diri Chairman dan CEO Citigroup, Charles O Prince, awal November lalu. Untuk sementara, posisi chairman diisi oleh Robert Rubin, mantan sekretaris US Treasury. Sedangkan pejabat sementara CEO adalah Win Bischoff, yang sebelumnya mengepalai Citigroup Eropa.

Lima pekan kemudian, barulah Dewan Komisaris Citigroup menunjuk Vikram Pandit sebagai CEO yang baru. Pandit tercatat sebagai CEO keturunan India kedua di institusi keuangan Amerika setelah Ramani Ayer, CEO Hartford Financial Services Group. Ia mengalahkan kandidat lain, CEO Deutsche Bank Josef Ackermann atau CEO Royal Bank of Scotland Frederick Goodwin.

Pilihan ini mengejutkan banyak kalangan. Maklum, Pandit baru bergabung enam bulan di Citigroup. Yakni sebagai direktur unit perbankan dan pemasaran. Selain itu, pria yang sebelumnya berkarier 20 tahun di Morgan Stanley ini dinilai tak cukup punya pengalaman untuk menyelesaikan masalah Citigroup yang rumit.

Toh, Pandit jalan terus. Ia langsung melakukan pendekatan ke banyak analis dan lembaga pemeringkat demi memperbaiki citra Citigroup. Ia juga menyiapkan langkah berani. Yakni melakukan pemangkasan karyawan serta penutupan dan penjualan unit bisnis Citigroup. ''Saya segera melakukan review menyeluruh supaya kami bisa mengambil posisi paling tepat di masa depan,'' ujarnya.

Pandit menyatakan akan merumahkan sekitar 20.000 karyawannya pada 2008. Langkah ini menyusul pemecatan 17.000 karyawannya, April lalu. Pada saat ini, jumlah karyawan Citigroup mencapai 320.000 yang tersebar di 100 negara. Klien mereka berjumlah 220 juta di seluruh dunia.

Selain itu, menurut laporan Wall Street Journal, efisiensi Citigroup di beberapa unit bisnis berukuran menengah diperkirakan bernilai US$ 12 milyar. Unit-unit bisnis yang menjadi sasaran adalah Student Loan Corp, yang 80% sahamnya dimiliki Citigroup. Lalu unit peminjaman di wilayah Amerika Utara. Juga perusahaan kartu kredit Brasil, Redecard SA, yang 24% sahamnya dimiliki Citigroup, dan unit Citigroup di bisnis finansial konsumen di Jepang.

Tugas lain yang harus pula diselesaikan oleh Pandit adalah antisipasi penurunan dividen. Menurut Goldman Sachs, tahun ini dividen akan terpangkas sebanyak 40%. Angka ini masih bisa ditekan jika Pandit bisa menaikkan modal perusahaan US$ 30 milyar dan menjual aset senilai US$ 100 milyar.

Meski tengah dirundung kerugian, Citigroup nyatanya masih bisa mendapat dana segar. Beberapa hari sebelum Pandit menjabat, Abu Dhabi Investment Authority, lembaga pendanaan milik Uni Emirat Arab, membeli 4,9% saham Citigroup senilai US$ 7,5 milyar. Namun dana segar ini belum cukup untuk menutupi kerugian. Citigroup masih harus mencari dana tunai tambahan hingga US$ 10 milyar.

Kinerja Pandit yang baru belasan hari masih terlalu dini untuk dinilai. Apalagi, seperti disampaikan para analis Goldman Sachs, krisis kredit macet ini masih akan berlangsung hingga melewati pertengahan 2008.

Astari Yanuarti



Pria Santun dari Maharastha


''Baba (bahasa India, ayah --Red.), Vikram terpilih menjadi CEO Citigroup.'' Kalimat pendek inilah yang membangunkan Shankar B. Pandit, 85 tahun, dari tidur nyenyak di salah satu kamar sederhana Apartemen Navi, Mumbai, India, Rabu pertengahan Desember lalu. Sang pemberi kabar tak ada di sampingnya, melainkan ribuan kilometer dari Mumbai. Vikram Pandit, sang anak yang memberi kabar, berada di kantor pusat Citigroup yang terletak di kawasan super-elite Park Avenue, New York, Amerika Serikat.

Kabar itu disampaikan lewat telepon, karena kebetulan Shankar sedang menghabiskan waktu di Mumbai. Biasanya, selama sembilan bulan dalam setahun, Shankar tinggal bersama putra kesayangannya itu di apartemen mewah dengan 10 kamar di kompleks Apartemen Beresford, New York. Untuk tiga bulan sisanya, Shankar memilih tinggal di negeri kelahirannya, India.

Meski Shankar sudah mengira sebelumnya, tetap saja kabar itu membahagiakannya. ''Ketika namanya masuk dalam shorlisted, aku yakin, dia yang terpilih,'' kata Shankar kepada rediff.com. Sayang, Shankar yang juga seorang pengusaha ini tak bisa berbagi kebahagiaan dengan Shailaja, ibunda Vikram, yang meninggal setahun lalu.

Menurut Shankar, walau sukses meraih posisi puncak di Citigroup, karakter Vikram tak berubah. Dia tetap rendah hati, santun dalam bertutur, dan terus menjaga hubungan dengan keluarga besar Pandit yang tinggal di India.

Shailaja melahirkan Vikram 50 tahun lalu di Nagpur, Negara Bagian Maharashtra, India. Vikram tinggal dan bersekolah di kota terbesar di kawasan India bagian tengah itu. Pada saat masuk sekolah menengah atas, Vikram pindah ke Mumbai. Ia bersekolah di Dadar Parsee Youths Assembly High School.

Seperti umumnya anak pengusaha sukses lainnya, Vikram melanjutkan kuliah ke negeri impian banyak orang India, Amerika Serikat. Dengan bekal otak cerdas, ia diterima di Columbia University, salah satu universitas ternama di Amerika. Vikram mengambil jurusan teknik elektro. Ia meraih gelar sarjana dan master pada 1977. Ketika belajar di tingkat doktoral, Vikram memilih bidang finansial dan sukses menyandang gelar PhD pada 1986 dari universitas yang sama.

Setelah sempat menjadi dosen di Indiana University Bloomington, Vikram akhirnya terjun ke dunia bisnis. Morgan Stanley, bank investasi bergengsi di Amerika, menjadi pelabuhan pertamanya. Hanya berselang empat tahun, ia sudah memegang jabatan penting, Direktur US Equity Syndicate, salah satu divisi di Morgan Stanley.

Vikram dipercaya menjadi Direktur Worlwide Institutional Equities Division sejak 1994 hingga tahun 2000. Terobosan penting yang ia lakukan adalah menguatkan sistem perdagangan elektronik dan membangun layanan prime brokerage. Kini Morgan Stanley dikenal sebagai prime brokerage paling inovatif.

Kariernya terus menanjak. Mulai tahun 2000 hingga 2005, suami Swati ini dipercaya mengepalai seluruh bisnis sekuritas dan investasi Morgan Stanley. Ia menjadi president merangkap chief operating officer, jabatan yang hanya satu tingkat di bawah chairman.

Tapi jalan tak selalu mulus. Pada Maret 2005, Vikram meninggalkan Morgan Stanley karena terlibat konflik dengan Phillip Purcell, yang kemudian menjadi CEO. Setahun kemudian, Vikram bersama mantan Direktur Morgan Stanley, John Havens, mendirikan perusahaan hedge fund, Old Lane Partners.

Bermodal US$ 2 milyar dan 120 karyawan di New York, London, Mumbai, dan Chennai, Vikram sukses melambungkan Old Lane Partners. Hanya dalam waktu setahun, asetnya mencapai US$ 4,5 milyar, sebelum akhirnya dibeli Citigroup dengan nilai US$ 800 juta.

Astari Yanuarti

Terseok di Negeri Sendiri

8 / XIV 9 Jan 2008

Nyaris 99% belanja modal telekomunikasi Indonesia lari ke luar negeri. Sederet upaya dan aturan pendukung dari pemerintah belum bergigi. Terhadang masalah internal industri manufaktur telekomunikasi lokal.

Jerih payah 35 insinyur dari berbagai perguruan tinggi top di Indonesia selama beberapa bulan ini tak sia-sia. Peranti WIMAX (worldwide interoperability for microwave access) ciptaan mereka kini siap meluncur. ''Dalam waktu dekat, kami akan merilis peranti technology research globe (TRG) versi beta siap pakai,'' kata Sakti Wahyu Trenggono, Presiden Direktur PT Solusindo Kreasi Pratama.

Menurut Sakti, mereka sudah menyiapkan 100 site TRG versi beta yang akan diuji coba langsung oleh para operator telekomunikasi alias telko dari Indonesia. Ia yakin, produk buatan anak negeri itu sanggup bersaing dengan produk WIMAX buatan asing. Tak hanya dari sisi kualitas, melainkan juga harga dan layanan purnajual.

PT Solusindo Kreasi Pratama mengembangkan TRG melalui unit riset dan pengembangan dengan pendanaan internal sebesar Rp 5 milyar. Mereka merekrut insinyur lulusan terbaik dari Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi 10 November. Para insinyur inilah yang membuat semua desain dan software TRG.

Namun Sakti mengakui, belum semua komponen pendukung bisa dibuat di Indonesia. Desain chipset mereka harus dibuat di Kanada. Desain printed circuit board (PCB) juga masih harus dibuat di Taiwan. Sebab di Indonesia belum ada perusahaan yang bisa membuat PCB enam lapis sesuai dengan desain TRG. Komponen lain sudah bisa diproduksi di Batam. ''Tapi kunci utama dalam pengembangan peranti WIMAX ada di desain dan software, dan itu sudah karya kita sendiri,'' Sakti menjelaskan.

Sebelumnya, TRG versi alfa juga didemokan di Vietnam dan Malaysia. Dan mendapat sambutan baik dari beberapa operator setempat. Respons positif ini dan hasil uji coba versi beta akan menjadi modal mereka ikut tender WIMAX yang bakal digelar pemerintah.

Tender ini rencananya dibuka pada akhir tahun 2006. Lalu mundur menjadi Maret silam. Namun, pada saat itu, perusahaan lokal yang siap baru satu, yaitu Harif, perusahaan teknologi informasi dari Bandung. Karena itu, pemerintah memilih menunda sampai paling cepat awal tahun 2008. ''Karena tak mungkin mengadakan tender dengan satu atau dua peserta,'' kata Gatot S. Dewa Broto, Kepala Bagian Umum dan Humas Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Postel), Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo).

Pentingnya pemenuhan komponen lokal dalam tender WIMAX sudah lama digaungkan oleh Dirjen Postel, Basuki Yusuf Iskandar. Menurut Basuki, pihaknya ingin mengurangi ketergantungan pada produk telko asing. Sekaligus bisa menghidupkan kembali industri manufaktur telko lokal yang masih sekarat. ''Karena itu, kami menerapkan kebijakan kandungan lokal pada pembangunan infrastruktur telko,'' kata Basuki.

Ditjen Postel sudah memulainya pada saat tender 3G, Oktober 2006. Semua pemenang wajib menggunakan 30% belanja modal dan 50% belanja operasi dari komponen lokal. Target ini harus dipenuhi secara bertahap selama lima tahun. Namun, harus diingat, pengadaan tanah, pembangunan gedung, penyewaan gedung, pemeliharaan gedung/bangunan, dan gaji pegawai tak bisa dihitung sebagai komponen lokal.

Selain itu, pihaknya juga memberikan pembiayaan R&D pada berbagai lembaga penelitian untuk mengembangkan produk telko lokal. Pada dasarnya, beberapa jenis peranti telko, seperti pesawat telepon, perangkat telepon umum, perangkat wartel radio, receivier, dan antena parabola, sudah bisa dibuat oleh industri lokal.

Kebijakan kewajiban penggunaan komponen lokal hingga 30% pun akan diterapkan pada tender WIMAX yang menggunakan peranti berfrekuensi 2.3 GHz. Juga tender telepon pedesaan (universal service obligation), yang mensyaratkan 35% komponen lokal.

Meski sudah banyak upaya dari pemerintah, wajah industri manufaktur telko Indonesia masih mengenaskan. Berdasarkan catatan Ditjen Postel, industri manufaktur telko dalam negeri hanya menyerap 3% dari belanja modal tahunan operator Indonesia.

Belanja modal operator telko tahun ini mencapai Rp 44 trilyun. Ini berarti hanya sekitar Rp 1,32 trilyun yang mengalir ke dalam negeri. Sisanya menguap ke luar negeri. Jika dipilah lebih detail lagi, hanya sekitar 1,5% (Rp 660 milyar) yang benar-benar merupakan produk lokal. Setengah lagi sisanya, meski dibelanjakan di dalam negeri, ternyata bukan asli buatan lokal. Malah produk CPE (customer premise equipment) nyaris seluruhnya dikuasai produk impor.

Ada sedikit data berbeda dari Direktur Industri Telematika, Departemen Perindustrian, Ramon Bangun. Ia menyebutkan, hanya 1% capex (belanja modal) operator yang mengalir ke industri lokal. Padahal, menurut catatannya, belanja modal operator mencapai Rp 100 trilyun per tahun. ''Sedangkan kemampuan penyerapan industri telekomunikasi lokal sudah mencapai 20% dari capex para operator,'' kata Ramon.

Masalahnya, pemerintah memang hanya bisa membuat kewajiban penggunaan komponen lokal untuk proyek yang menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sedangkan mayoritas operator kita sudah dikuasai asing, sehingga sumber belanja modal mereka bukan dari APBN.

Penguasaan asing ini membuat proyek pembangunan jaringan telko cenderung berbentuk paket. Vendor jaringan yang juga semuanya asing akan membawa semua komponen radio mereka ke Indonesia. Sehingga nyaris tak ada penyerapan komponen lokal di Indonesia.

Masalah ini masih diperberat dengan beberapa halangan internal dalam industri telko lokal. Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Telekomunikasi Kadin Indonesia, Teguh Anantawikrama, kerja sama antar-perusahaan komponen telko lokal masih sangat kurang. Padahal, jika mereka mau bersatu, bisa membentuk satu rangkaian produksi yang dapat memenuhi target Ditjen Postel. ''Jadi, kalau mereka mau bergabung, tak hanya Harif yang muncul sebagai satu-satunya perusahaan yang siap untuk WIMAX,'' ujarnya.

Selain itu, perkembangan perusahaan-perusahaan ini juga sulit dipantau. Kadin dan Departemen Perindustrian sering tak bisa mendapat data berapa volume perdagangan dan rencana bisnis tiap perusahaan, karena mereka memang tak bersedia memberikannya. Alhasil, hingga kini, data akurat berapa volume perdagangan bisnis ini belum bisa dibuat.

Toh, Teguh menegaskan, masih ada peluang bagi industri telko lokal. Salah satu yang harus dilakukan adalah mencari sisi mana yang bisa dikembangkan menjadi produk jagoan. Pemilihan ini perlu, karena tak mungkin industri telko Indonesia bisa bersaing di semua sisi dengan industri asing yang sudah terlalu kuat.

Ia mengusulkan penekanan pada desain dan software. Sebab fokus pada dua hal inilah yang masih punya peluang bersaing dengan asing. ''Kalau peranti keras yang butuh R&D lebih matang, kita akan selalu tertinggal dari negara-negara yang punya R&D kuat,'' ujar Teguh.

Sedangkan Sakti menyebutkan perlunya proteksi di sektor telko untuk melindungi industri lokal. Kalau perlu, beberapa sektor, seperti industri pembuatan menara pemancar, masuk daftar negatif investasi. Sebab kesiapan industri lokal sudah kuat, tapi bisa ambruk jika diserbu modal asing. ''Dalam beberapa aspek lain, pemerintah bisa mewajibkan vendor jaringan asing menggandeng pabrikan lokal, sehingga tetap ada nilai tambah,'' ia menyarankan.

Astari Yanuarti

Tebar Pesona Tujuh Juta

9 / XIV 16 Jan 2008

Pemerintah Indonesia optimistis bisa menarik tujuh juta turis asing dan devisa Rp 60 trilyun melalui Visit Indonesia Year 2008. Mendapat dukungan penuh pemerintah daerah. Tapi, peringkat daya saing pariwisata Indonesia masih rendah.

Gempita Tahun Kunjungan Wisata 2008 (Visit Indonesia Year 2008) kini mulai berdentam di seluruh penjuru Tanah Air. Dari Sumatra Selatan, puluhan ribu orang memadati kawasan Benteng Kuto Besak, Palembang. Perhatian mereka tertuju pada sebuah panggung megah yang berdiri tak jauh dari tepi Sungai Musi.

Di sisi kanan belakang panggung tampak Jembatan Ampera yang menjadi landmark Palembang. Sejak sore hingga tengah malam, sederet pertunjukan seni tradisional hingga musik masa kini bergiliran memanaskan pentas. Pesta ini menandai peluncuran Visit Musi 2008 yang akan menggelar 58 atraksi budaya dan wisata sepanjang tahun ini.

Ribuan kilometer dari Palembang, keriuhan serupa menyeruak di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta. Ribuan warga tengah menonton Kirab Budaya yang bermula dari Monumen Yogya Kembali hingga Alun-alun Utara. Mereka menikmati aneka seni pertunjukan yang tersaji di atas tujuh unit trailer.

Ada atraksi wayang kulit, wayang orang, ketoprak, tari topeng, hingga pentas busana batik. Selain itu, ada pula barisan prajurit Keraton Yogyakarta dan atraksi barongsai serta liongsamsi. Kirab ini menjadi pembuka program promosi wisata Yogyakarta yang tahun ini menggunakan slogan ''Kota Pariwisata Berbasis Budaya''.

Saat yang sama, di Alun-alun Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, hajatan tahunan Festival Reog Nasional XIV dan Grebeg Suro juga digelar. Sebanyak 42 grup reog dari seluruh Indonesia siap meramaikan festival yang berlangsung hingga Rabu pekan ini.

Berbeda dari tahun sebelumnya, pergelaran kali ini punya makna penting sebagai ajang promosi dan pembuktian budaya asli Indonesia. Sebab, Malaysia tengah gencar mempromosikan tari barongan untuk menarik wisatawan asing. Meski memakai nama tari barongan, tarian ini mirip sekali dengan reog Ponorogo.

Atraksi di tiga kota menjadi bukti kesiapan pemerintah daerah mendukung program Visit Indonesia Year 2008. Dukungan mereka juga dari maskapai penerbangan, perhotelan, agen perjalanan, dan seluruh elemen masyarakat Indonesia memang menjadi kunci utama pencapaian target Visit Indonesia Year 2008.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik menyatakan, pemerintah menargetkan menjaring tujuh juta turis asing dengan total devisa US$ 6,4 milyar (Rp 60 trilyun). ''Kami berharap dukungan seluruh komponen masyarakat, karena program ini juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Jero Wacik.

Depbudpar juga tak berpangku tangan. Mereka sudah menyiapkan 100 event budaya dan wisata di seluruh Indonesia sepanjang tahun ini. Semua provinsi mendapat jatah mengadakan event sesuai dengan kekhasan budaya mereka untuk acara tebar pesona.

Promosi beragam jalur, mulai dalam bentuk booklet, iklan video di jaringan TV internasional, pameran, hingga promosi online sudah digelar sejak November tahun lalu. Menurut Jero Wacik, alokasi dana negara untuk promosi pariwisata tahun 2008 sebanyak Rp 150 milyar. Lebih banyak dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 100 milyar. Namun jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan dana promosi wisata Malaysia yang mencapai Rp 800 milyar.

Penambahan dana ini tak lain karena target raihan turis juga makin tinggi. Tahun lalu turis asing yang datang ke Indonesia baru 5,5 juta orang. Masih jauh di bawah target pemerintah yang dicanangkan awal tahun 2007, yaitu sebanyak 6 juta hingga 7 juta turis. Daya saing bisnis wisata Indonesia memang belum kuat betul.

Menurut penelitian Forum Ekonomi Dunia (WEF), seperti dikutip Antara, daya saing pariwisata Indonesia tahun 2007 berada di peringkat ke-60 dari 125 negara sesuai dengan The Travel and Tourism Index (TTCI). Jauh tertinggal dari negara tetangga Singapura yang berada di posisi ke-8, Malaysia di posisi ke-31, dan Thailand di posisi ke-43.

Ada 13 tolok ukur yang dipertimbangkan dalam TTCI. Infrastruktur menjadi salah satu ukuran utama, baik infrastruktur transportasi udara, darat, dan laut, infrastruktur pariwisata, hingga infrastruktur teknologi informasi. Selain itu, ada penilaian pada kualitas sumber daya manusia, kebijakan lingkungan, keselamatan dan keamanan, serta faktor kebersihan dan kesehatan.

Toh, bukan berarti Indonesia tak bisa menjadi magnet bagi jutaan wisatawan asing. Kekayaan budaya dari ratusan etnik, keindahan alam Nusantara, serta keramahan penduduknya punya nilai jual tinggi jika dipromosikan dengan gencar.

Buktinya, meski terpaku di peringkat ke-60, Indonesia masih bisa menarik 5,5 juta turis asing dengan pemasukan devisa US$ 5,3 milyar (Rp 50 trilyun) tahun lalu. Raihan ini adalah yang tertinggi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia (lihat tabel).

Astari Yanuarti


Strategi Promosi Jalur Maya

Saat ini, internet menjadi media promosi pariwisata paling ampuh. Dunia maya nirbatas ini bisa memberikan info detail objek wisata, biaya, hingga akomodasi bagi wisatawan. Tak hanya dengan tulisan atau foto, internet juga bisa menyajikan rekaman video wisata.

Kekuatan internet ini juga tampak dari data Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar). Sepanjang tahun 2006, 56% turis asing mendapatkan info tentang tujuan wisata di Indonesia dari internet.

Tak mengherankan jika Depbudpar memilih internet sebagai salah satu cara promosi Visit Indonesia Year 2008. Selain mengandalkan situs resmi Depbudar di www.budpar.go.id, mereka memoles ulang situs www.my-indonesia.info sebagai sumber informasi utama pariwisata Indonesia.

Situs www.my-indonesia.info sudah nongol sejak Februari 2004. Namun, ia belum digarap dengan rapi. Dua tahun kemudian, situs ini menjadi media promosi wisata Indonesia pasca serangkaian ledakan bom. Tahun lalu, situs ini mulai dipermak ulang untuk mendukung Visit Indonesia Year 2008.

Kini, tampilan situs dengan pilihan tujuh bahasa cukup menarik. Halaman utama berhias aneka foto objek wisata populer seperti Borobudur, komodo, hingga hamparan padi di sawah. Situs ini juga menyediakan info dasar tentang wisata alam, kuliner, hingga pertemuan dan konferensi (MICE) di Indonesia.

Belasan buku dan booklet pariwisata seperti Welcome To Indonesia, Marine Booklet, Cruise Booklet hingga Indonesian Culinary Experiences juga bisa diunduh gratis. Pun ada kalender kegiatan wisata unggulan sepanjang tahun 2008 disertai dengan lokasi dan keterangan singkat kegiatan.

Depbudpar menyerahkan pengelolaan situs serta promosi online pada Indo.com. Dana yang sudah digunakan selama dua tahun terakhir mencapai Rp 7,2 milyar dengan rincian Rp 1,9 milyar tahun 2006 dan Rp 5,3 tahun lalu. Tahun ini anggarannya mencapai Rp 10 milyar.

Menurut Eka Ginting, CEO Indo.com, sebagian besar anggaran digunakan untuk biaya pemasangan iklan di situs-situs terpopuler dunia seperti Google, Yahoo!, dan Travelocity. Juga beberapa situs media lokal. Sisanya untuk pengembangan promosi online hotel-hotel kecil, pemeliharaan dan pengembangan fitur situs www.my-indonesia.info.

Berdasar data dari Indo.com, iklan pariwisata Indonesia sudah ditayangkan sekitar 90 juta kali di dunia maya. Sedangkan pengunjung situs www.my-indonesia.info mencapai 230.000 sepanjang tahun 2007. Ini berarti ongkos promosi online untuk melayani satu turis ke Indonesia sekitar Rp 23.000. Tergolong murah dan efektif.

Tak mengherankan jika dua negara tetangga kita, Malaysia dan Singapura, mengalokasikan dana jauh lebih besar untuk promosi online. Belanja iklan mereka masing-masing di Yahoo! dan Google minimal Rp 18 milyar per tahun. Ini belum termasuk promosi di portal-portal lain.

Astari Yanuarti

Jumlah Kunjungan Dan Devisa Turis Asing ke Indonesia 2000-2007

Tahun Wisatawan Asing Pengeluaran Rata-Rata Rata-rata Total Devisa
per wisatawan asing (US $) durasi tinggai (US $)
Per kunjungan Per Hari
2000 5,06 juta 1.135 92,5 12,26 5,75 milyar
2001 5,15 juta 1.053 100 10,49 5,4 milyar
2002 5,03 juta 893 91 9,79 4,5 milyar
2003 4,47 juta 904 93 9,69 4 milyar
2004 5,32 juta 902 95 9,47 4,8 milyar
2005 5 juta 904 99,8 9,05 4,5 milyar
2006 4,87 juta 913 100,5 9,09 4,45 milyar
2007 5,5 juta * 971 107 9,02 5,3 milyar

* Prediksi Depbudpar, data resmi BPS belum keluar Sumber: Data Statistik Departemen Budaya dan Pariwisata Indonesia.



Rahasia Percaya Diri Chandran

10 / XIV 23 Jan 2008

Kematian tragis milyarder Robert Chandran mengejutkan keluarga dan kolega bisnisnya. Sosok pria ramah ini dikenal ambisius dan pantang menyerah. Mulai meniti usaha dengan modal US$ 150.

Sebuah komputer Apple dan printer Epson menjadi modal awal Robert Chandran mendirikan Chemoil Energy di California, Amerika Serikat. Dua puluh enam tahun silam, ia memulai segalanya. ''Di sanalah aku mulai menuliskan rencana bisnisku,'' ujar Chandran kepada majalah Forbes, tahun lalu.

Langkah pemuda yang pada saat itu berusia 31 tahun ini tergolong nekat. Bayangkan saja, hanya ada dua karyawan ketika perusahaan pengisian bahan bakar untuk kapal dagang itu berdiri. Chandran yang percaya diri dan seorang sekretaris.

Pemegang gelar master bidang kimia itu jeli memanfaatkan peluang. Di tengah persaingan ketat dengan perusahaan besar lainnya, Chemoil sanggup mengambil sepotong kue bisnis SPBU kapal dagang. Berbeda dari para pesaingnya yang memilih bahan bakar minyak light, Chemoil memakai minyak mentah heavy. Chandran juga hanya mengambil sedikit margin.

Paduan dua pilihan itu ternyata menjadi ramuan ampuh. Chemoil terbukti bisa bersaing dengan perusahaan yang telah mapan. Chemoil berkembang dan dinobatkan menjadi salah satu perusahaan yang tumbuh paling cepat di Amerika Serikat. Status dari majalah Forbes ini disandang hanya dalam waktu satu dekade sejak Chemoil resmi berdiri.

Namun layar biduk Chemoil tak selamanya berkembang mulus dari terpaan badai. Kelesuan bisnis perkapalan dunia membuat Chemoil terjerat utang sangat besar. Demi kelangsungan usaha, Chemoil terpaksa mengambil langkah tidak populer. Yakni melakukan restrukturisasi besar-besaran.

Kantor-kantor cabang di berbagai belahan dunia terpaksa ditutup. Sepersepuluh jumlah pekerjanya harus menjadi pengangguran. Sedangkan karyawan yang tersisa mesti rela dipotong gaji.

Mimpi buruk ini tidak membuat Chandran patah arang. Ia putar otak dan mengambil langkah berani: memindahkan fokus bisnis ke Asia. Chemoil Energy menggandeng mitra baru perusahaan trading asal Jepang, Itochu. Sang mitra membeli 50% saham Chemoil pada 2005.

Keputusan mengejutkan juga dia lakukan dalam urusan personal. Chandran memboyong istri tercinta, Vivian, beserta dua putri mereka, Sharon dan Ashley, ke Singapura. Mereka melepas kewarnegaraan Amerika Serikat dan melamar menjadi warga negara ''negeri singa'' itu.

Chandran akhirnya berhasil mendapat status sebagai warga Singapura pada 2005. Entah kebetulan atau tidak, status ini diperoleh tak lama setelah Chandran menonton acara pidato dalam sebuah pawai National Day di televisi. ''Aku terkesan dengan negara ini yang menyatakan sebagai pemegang nilai-nilai Asia dengan kenyamanan Barat,'' ujarnya ketika diwawancara koran bisnis The Edge Singapore.

Kepindahan Chandran ke Singapura mendapat apresiasi tinggi dari pemerintah. Salah satu buktinya tercermin pada pernyataan Menteri Keuangan Tharman Shanmugaratnam. Dalam pidato anggaran tahunan, Tharman menyebut Chandran sebagai pemain global yang memilih menancapkan akar di Singapura.

Apresiasi itu memang layak diterima Chandran. Sebab ia juga memberi sumbangan tak sedikit pada perekonomian Singapura dengan memindahkan pusat bisnis Chemoil Energy ke Singapura. Chemoil menawarkan saham publik perdana (IPO) di Bursa Efek Singapura pada penghujung 2005.

IPO ini juga punya kisah tersendiri. Pada saat pertama didaftarkan di Bursa Efek Singapura, harga sahamnya jatuh. Sebab permintaan lebih sedikit dari yang diharapkan. Lagi-lagi Chandran pantang menyerah. Ia mulai merilis ulang IPO dengan harga saham lebih murah pada 2006. Cara ini manjur. Saham Chemoil mendapat gain 30% dalam debut perdananya.

Kini perusahaan yang semula hanya bernilai US$ 120.000 itu menjelma menjadi raksasa SPBU kapal dagang, dengan kapitalisasi pasar US$ 700 juta. Bahkan pendapatan Chemoil mencapai US$ 4,4 milyar pada 2006.

Keberhasilan Chandran memimpin Chemoil Energy membuat Forbes memasukkan namanya dalam daftar orang terkaya di Singapura. Ia berada di posisi ke-14 dalam peringkat orang terkaya di Singapura tahun 2007, dengan kekayaan pribadi mencapai US$ 490 juta.

Sepanjang karier sebagai CEO Chemoil, Chandran dikenal sebagai sosok yang ambisius, berpandangan ke depan, pantang menyerah, sekaligus ramah dan mudah bergaul dengan siapa pun. ''Dia selalu berpikir tak hanya tiga atau lima langkah ke depan, tapi 13 langkah ke depan,'' kata Ricardo Lim, dekan salah satu fakultas di Asian Institute of Management (AIM), Filipina.

Direktur Keuangan Chemoil, Jerome Lorenzo, menambahkan bahwa Chandran memiliki semua karakter orang yang sanggup meraih sukses dengan cepat. ''Karena ia tidak menerima 'tidak' sebagai sebuah jawaban,'' kata Lorenzo, seperti dikutip The Straits Times.

Pernyataan Lorenzo ini memang tepat menggambarkan pria kelahiran Mumbai, India, 31 Mei 1950, itu. Selesai sekolah menengah atas, Chandran ingin sekali diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Madras, India. Tapi, apa boleh buat, dia gagal karena persaingan yang begitu ketat.

Maka, Chandran muda berpindah haluan mengambil jurusan kimia di tempat yang sama. Di jurusan ini, ia sukses meraih gelar master. Ketika ibunya meninggal pada 1972, Chandran memutuskan mengambil beasiswa sekolah bisnis di AIM.

Sebagai pelajar beasiswa, tentu saja dia harus hidup hemat. ''Aku tetap harus kerja paruh waktu demi mencukupi kehidupanku di sini,'' katanya. Itu pun hanya bisa memberinya minuman kopi di saat rekan-rekannya sanggup membeli bir.

Menurut Chandran, suatu saat ia pernah mendapat cemoohan dari seluruh teman sekelasnya. Penyebabnya, Chandran mengumumkan akan menjadi jutawan sebelum berusia 30 tahun. Ucapan ini dianggap mustahil bisa dicapai seorang mahasiswa miskin seperti dia.

Tapi Chandran tak main-main dengan ambisi itu. Setelah menikahi Vivian, gadis Filipina, ia memilih mengadu nasib ke Amerika pada 1976. Bekal di kantongnya hanya US$ 120, plus istri yang tengah hamil tujuh bulan.

Di ''negeri Paman Sam'' itu, Chandran memulai karier sebagai karyawan sebuah perusahaan kimia di San Francisco, California. Namun gajinya tak cukup untuk membeli rumah. Maka, ia meminjam uang US$ 10.000 dari ibu mertuanya untuk membayar uang muka rumah.

Selama proses pembelian rumah itulah, Chandran mencium peluang investasi di sektor real estate. Pekerjaan ganda pun dilakoninya. Setiap akhir pekan, ia mencari rumah dan properti yang bisa dijualbelikan. Kerja keras Chandran membuahkan hasil. Tahun 1981, ia sukses mengelola lebih dari 740 apartemen.

Tahun itu juga menjadi tonggak bersejarah bagi Chandran, karena pria India ini resmi mendapat kewarganegaraan Amerika Serikat. Selain itu, ia pun memutuskan keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan di perusahaan kimia, dan memutuskan membangun perusahaan sendiri bernama Chemoil Energy.

Namun kisah sukses Chandran harus terhenti di Kampung Lubuk Agung, Pelalawan, tak jauh dari kota Pekanbaru, Indonesia. Nyawanya melayang ketika helikopter sewaan militer Indonesia yang dinaikinya jatuh akibat cuaca buruk. ''Kepergiannya menjadi sebuah kehilangan besar bagi keluarga, Chemoil, dan Singapura,'' ujar Direktur Utama Bursa Efek Singapura, Hsieh Fu Hua.

Astari Yanuarti

SMS = Sesuka Maunya Sendiri

10 / XIV 23 Jan 2008

KPPU menemukan indikasi kuat ada pelanggaran dalam penetapan harga SMS oleh delapan operator seluler. Empat operator menetapkan harga empat kali lipat lebih mahal dari biaya produksi Rp 76 per SMS. Pemerintah berjanji segera menyelesaikan aturan baru penghitungan tarif batas atas SMS.

Industri telekomunikasi Indonesia kembali berada di bawah kaca pembesar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Setelah memutuskan kasus kepemilikan silang Temasek Holdings dan pengenaan tarif mahal PT Telekomunikasi Indonesia (Telkomsel), kini KPPU menelisik kasus penetapan harga pesan singkat (SMS). Kasus ini sudah memasuki tahap pemeriksaan lanjutan sejak pekan pertama Januari.

Menurut Ketua Majelis Pemeriksa KPPU Dedie Martadisastra, sampai pekan ini, mereka sudah memeriksa delapan operator yang menjadi pihak terlapor. Mereka adalah Excelcomindo Pratama (XL), Telekomunikasi Indonesia (Telkom), Telkomsel, Indosat, Hutchison CP Telecommunications, Smart Telecom, Mobile-8, serta Bakrie Telecom. ''Kita juga akan memanggil Natrindo Telepon Seluler sebagai operator kesembilan, Rabu ini,'' kata Dedie.

Pemeriksaan lanjutan, yang akan berakhir Maret nanti, dilakukan karena pada pemeriksaan pendahuluan, tiga operator, yaitu Indosat, Bakrie Telecom, dan Hutchison, belum memenuhi panggilan majelis pemeriksa. Ketiganya baru datang ke KPPU setelah mendapat panggilan kedua.

Berdasarkan hasil pemeriksaan lanjutan, Dedie menyatakan KPPU menduga terjadi pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal yang terdiri dari dua ayat ini melarang pelaku usaha membuat perjanjian penetapan harga dengan pelaku usaha pesaingnya. ''Kami mendapatkan bukti adanya perjanjian kerja sama antar-operator terkait dengan penetapan tarif SMS,'' Dedie menjelaskan.

Dua operator Hutchison dan Bakrie Telecom, ia melanjutkan, mengakui meneken perjanjian kerja sama dengan operator lain. Dalam perjanjian Hutchison dengan XL, tertera bahwa Hutchison tak boleh menjual layanan SMS di bawah tarif termurah XL, yaitu Rp 250 per SMS.

Nah, masalah muncul saat Hutchison yang punya merek dagang 3 (Three) ini membandrol SMS lintas operator (off net) hanya Rp 100 per SMS. Bagi Hutchison, tarif sebesar itu sudah di atas biaya produksi mereka. Alias mereka sudah bisa mendapat untung.

Hitungan Hutchison ini ternyata tak beda jauh dengan penghitungan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang diumumkan pertengahan tahun silam. Menurut anggota BRTI, Heru Sutadi, ongkos produksi tiap SMS off net hanya berkisar Rp 76. Biaya ini berdasarkan pada skema interkoneksi berbasis biaya (cost-based) berdasar laporan keuangan tahun 2003. ''Jika dhitung dengan laporan keuangan terbaru, biaya produksi SMS lebih murah lagi, karena tarif interkoneksi makin turun,'' Heru memaparkan.

Ia menambahkan, biaya produksi itu memang belum mencakup margin dan biaya retail untuk iklan. Dan jika ditambah dengan kedua komponen ini, ia memperkirakan tarif SMS off net paling mahal hanya Rp 150 per SMS. Bandingkan dengan tarif SMS off net semua operator seluler yang dipatok Rp 350 per SMS untuk pelanggan prabayar dan Rp 250 per SMS untuk pelanggan pascabayar.

Tarif seragam ini sudah berlangsung lebih dari tujuh tahun, sejak layanan SMS lintas operator muncul pada Mei 2001. Memang, berbeda dengan hitungan BRTI yang memakai skema interkoneksi berbasis biaya, tarif SMS lintas operator yang berlaku sampai sekarang adalah sender keeps all ( SKA).

Model SKA ini tak memperhitungkan biaya interkoneksi. Sehingga pendapatan operator didapat dari setiap outgoing SMS pelanggan. Mereka tak menerima sepeser pun dari incoming SMS yang diterima pelanggan.

Nah, KPPU menduga SKA menjadi alasan utama operator mematok harga SMS off net di kisaran yang sama. Tujuannya supaya tak terjadi spamming SMS (banjir SMS sampah) yang akan muncul jika ada operator yang menerapkan tarif lebih murah. ''Alasan ini sulit kami terima, karena perkembangan teknologi sekarang bisa mencegah spam,'' ujar Dedie.

Selain itu, keseragaman tarif SMS off net ini tak sejalan dengan ketatnya kompetisi pasar seluler. Saat SMS lintas operator dimulai, pemain di pasar selular baru empat, yaitu Satelindo, XL, Telkomsel, dan IM-3. Tahun ini pemainnya menjadi sembilan operator telepon, baik selular maupun telepon tetap nirkabel (FWA).

Yang juga mengherankan, tarif SMS lintas operator seolah imun dari pergerakan trafik SMS yang melonjak drastis selama tujuh tahun terakhir. Berdasar data yang dikumpulkan Gatra, trafik SMS pada masa awal hanya berkisar 10 juta SMS per hari. Tiap pelanggan telepon hanya mengirim dua SMS per hari.

Angka ini melonjak pesat sampai akhir tahun lalu. Trafik SMS di Indonesia sekitar 300 juta per hari. Telkomsel sebagai penguasa pasar mencatat angka terbesar, yaitu 200 juta SMS per hari. Disusul oleh Indosat yang mencatat 110 juta SMS per hari dan XL sebanyak 60 juta SMS per hari.

Tak mengherankan jika kontribusi SMS pada pendapatan operator pun ikut terkerek. Dari hanya sekitar 2% di pada tahun 2000 menjadi sekitar 30% sejak tiga tahun lalu. Pendapatan gabungan seluruh operator dari SMS bisa mencapai Rp 105 milyar per hari (dengan memakai harga Rp 350 per SMS karena 95% pelanggan telepon adalah pelanggan prabayar). Atau Rp 3,1 trilyun per bulan dan sekitar Rp 37,8 trilyun per tahun.

Menurut Dedie, jika mengacu kondisi persaingan dan elastisitas pasar antara permintaan dan suplai, seharusnya ada penurunan harga SMS. Inilah yang memicu dugaan KPPU terhadap penetapan harga SMS oleh para operator telepon di Indonesia. ''Bahkan bukan tak mungkin praktek ini mengarah pada kartel SMS,'' kata Dedie.

Kartel juga terlarang dalam persaingan sehat, sesuai dengan Pasal 11 UU Nomor 5/1999. Beleid ini menyebutkan, kartel terjadi jika ada perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis antara pelaku usaha untuk mempengaruhi harga dengan cara pengaturan produksi atau pemasaran suatu barang/jasa.

Praktek tak sehat ini tentu saja merugikan pelanggan yang seharusnya bisa menikmati tarif lebih hemat. Malah, menurut majelis pemeriksa KPPU, operator pun bisa dirugikan, karena kapasitas jaringan mereka tak terpakai maksimal. Sayang, KPPU belum bisa memberikan angka pasti berapa kerugian pelanggan maupun kerugian operator. Karena masih di tahap awal penyelidikan lanjutan.

Di tengah upaya KPPU membuktikan praktek penetapan harga dan kartel ini, para operator beramai-ramai menyatakan mereka sudah memperbarui perjanjian kerja sama SMS. Pembaruan ini dilakukan sejak tahun lalu dengan menghilangkan persyaratan harga jual SMS.

Malah, Indosat menyatakan tak pernah membuat perjanjian kerja sama penetapan harga SMS dengan operator lain. Menurut Direktur Utama Indosat Johnny Swandi Sjam, mereka punya strategi yang berbeda sesuai dengan segmen pasar Indosat. Ia menegaskan, selama ini tarif SMS memang tak diatur pemerintah, karena dianggap sebagai value added service (VAS). ''Jadi kalau sekarang mau diatur, ya segera diatur. Kami akan ikut,'' ujar Johnny.

Seruan Johnny ini ternyata sejalan dengan langkah BRTI. Akhir bulan ini, BRTI bertekad menyelesaikan skema baru tarif seluler. ''Di dalamnya kita juga mengatur tarif SMS yang memperhitungkan biaya interkoneksi,'' kata Heru. Aturan berupa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika ini akan memberi batas atas tarif SMS yang boleh dibebankan ke pelanggan.

BRTI memang belum bisa mengungkap berapa tarif batas atas SMS. Tapi berdasarkan hitungan yang sudah ada, bisa diperkirakan tarif batas atas SMS ada di kisaran Rp 150 per SMS. Sehingga, dalam waktu dekat, puluhan juta pelanggan telepon Indonesia bisa menghemat Rp 200 dari setiap SMS yang mereka kirim.

Astari Yanuarti