Senin, Maret 20, 2006

Pesona Afrika Menyapa Asia

MULTIMEDIA

Pesona Afrika Menyapa Asia

Muda, kaya raya, pernah tamasya ke luar angkasa, tapi tetap bersahaja. Kini ia menebar software gratis ke seluruh dunia.

MARK Shuttleworth baru saja mengakhiri perjalanan Ubuntu Asia Tour Roadshow, Januari-Februari lalu. Pendiri perusahaan Canonical Ltd ini mengunjungi 12 negara dan 18 kota untuk menebar pengembangan peranti lunak berbasis open source-nya, Ubuntu.

Di Jakarta, Mark hanya singgah sehari. Selain bertemu komunitas Open Source Indonesia, ia juga menyambangi Menkominfo, Sofyan Djalil. "Kami coba yakinkan bahwa open source adalah strategi terbaik bagi negara berkembang," katanya.

Perjuangan menebar software gratis, menurut pria yang lahir di ''kota emas'' Welkom, Afrika Selatan, 18 September 1973, itu bukan hal mudah. Apalagi di negara berkembang yang mendapat tekanan ekonomi. Di negara maju, banyak individu yang bekerja sukarela, bahkan menjadi donatur, untuk mengembangkan software gratis.

Ubuntu berasal dari bahasa Afrika kuno yang berarti kemanusiaan untuk semua. Berbeda dari distro Linux lain yang menyediakan versi gratis dan komersial, Ubuntu hanya punya versi gratis. Ia mengirimkan CD program ke setiap orang yang meminta. Bahkan biaya pengiriman ditanggung Canonical Ltd.

"Saat ini, sudah 6 juta keping CD Ubuntu yang kami kirim ke berbagai penjuru dunia," ujarnya. Ubuntu kini tersebar di 212 negara dalam 38 bahasa. Ubuntu juga mengeluarkan rilis baru setiap enam bulan, lengkap dengan sistem keamanan yang selalu diperbarui tiap 18 bulan.

Meski Ubuntu terdiri lebih dari 16.000 aplikasi, instalasi utama untuk desktop cukup dari satu CD. Ubuntu punya setiap aplikasi standar desktop seperti pengolah kata, spreadsheet, sampai aplikasi internet, web server, e-mail, bahasa pemrograman, dan tentu saja games. Ubuntu sukses merajai distro Linux di dunia, padahal baru didirikan pada 2004.

Ubuntu lahir dari tangan dingin Mark, yang kini kaya raya. Ia pertama kali membuat program berbasis open saat berusia 11 tahun. Namun ia baru mengenal internet saat kuliah di Jurusan Keuangan dan Sistem Informasi, Universitas Cape Town. Saat itulah Mark sadar betapa besar perubahan bisa dilakukan internet.

Ia menguji kepiawaiannya berniaga dengan mendirikan perusahaan konsultan bisnis Thawte Consulting di tahun terakhir kuliahnya, 1995. Fokus bisnis Thawte adalah keamanan internet sebagai alat perdagangan elektronik. Hebatnya, Thawte mampu menjadi perusahaan pertama di luar Amerika Serikat yang membuat paket keamanan penuh web server e-commerce. Thawte pun terpilih sebagai perusahaan pertama yang dipercaya Netscape dan Microsoft dalam sertifikasi website.

Bak Raja Midas yang mampu membuat semua yang disentuhnya menjadi emas, Mark sukses menyulap Thawte jadi perusahaan kelas dunia dalam tiga tahun. Saat menjual Thawte pada Desember 1999 ke VeriSign, Mark berhasil mengantongi duit US$ 570 juta. Fantastis, punya uang sebanyak itu di usia 26.

Setelah menjadi milyarder, Mark tak terlena. Ia mendirikan beberapa yayasan nirlaba demi pengembangan pendidikan dan teknologi informasi. Mulai inkubator bisnis Here Be Dragons yang mendanai perusahaan inovatif di Afrika Selatan agar bisa jadi pemain global, Shuttleworth Foundation untuk meningkatkan kemampuan para guru, hingga donatur di Bridges yang bertujuan mengurangi kesenjangan digital. Untuk membiayai semua yayasan itu, tiap tahun Mark mengeluarkan US$ 6 juta.

Pada 25 April 2002, Mark mewujudkan mimpi sepanjang masanya, terbang ke luar angkasa. Orang Afrika pertama yang menembus atmosfer bumi ini masuk dalam penerbangan Soyuz TM-34 dan mendarat di International Space Station (ISS), dua hari kemudian. Mark menikmati tamasya bebas gravitasinya selama delapan hari di ISS.

Toh, Mark memaknai wisata angkasa senilai US$ 20 juta itu tak sekadar piknik. Pengalaman mengelana angkasa ini makin membuka matanya pada keajaiban ilmu alam, matematika, dan teknologi. Mark lalu memprakrasai gerakan Hip2Bsquare untuk menjadikan pelajaran matematika dan ilmu alam menarik bagi pelajar SMA. Perjalanan luar angkasa pula yang menginspirasi Mark membuat dan menebar Ubuntu ke seluruh bumi.

Astari Yanuarti

Siap Bikin Film Ponsel?

Ponsel video mendorong tumbuhnya sutradara-sutradara amatir di semua penjuru mata angin. Magnetnya mulai terasa di Indonesia.

TAMPANG serius terpasang di muka puluhan orang di Gerbera Room Hotel Mulia, Jakarta, Sabtu siang pekan lalu. Mereka terlihat tekun mendengar penjelasan produser film dokumenter asal Inggris, Ian Oliver, tentang proses pembuatan film. Pemaparan Ian dimulai dari pencarian ide cerita, pembuatan storyboard, pengambilan gambar, sampai pengeditan film. Hmm, lumayan bikin kening berkerut para pemula dunia film.

Maklum, itu bukan kelas akhir pekan mahasiswa baru IKJ. Tak tampak satu pun kamera video di ruangan itu. Para peserta hanya berbekal telepon seluler (ponsel) Nokia. Sebagian besar membawa N90, sisanya memegang N70 dan 6680. Mereka adalah komunitas pemakai ponsel video Nokia. "Peserta First Time Mobile FilmMakers ini dipilih dari pemilik Nokia yang ikut Digital Studio Workshop di lima kota," kata Multimedia Retail Manager Nokia Indonesia, Eka Anwar.

Saat N90 digeber di pasar Indonesia, pertengahan tahun lalu, setiap pembeli mendapat voucher pelatihan gratis membuat film dan foto. Lokasinya tersebar di tujuh tempat di Indonesia. Di sana, mereka kursus empat jam membedah fitur perekam video di N90. "Peminatnya banyak. Rata-rata mereka ingin belajar merekam dan mengedit film,'' ujar Eka.

Mungkin Nokia termasuk jeli membaca pasar. Dua tahun terakhir ini, tren membuat film dengan ponsel memang meningkat. Antusiasme sutradara ponsel film amatir ini membuat festival film ponsel menjamur di penjuru bumi. Zoei Cellular Cinema Festival yang diadakan pada Desember 2004 di Amerika Serikat tercatat sebagai festival film ponsel pertama.

Setelah itu, puluhan festival yang diadakan operator, pabrikan ponsel, dan lembaga perfilman digelar di lima benua. Teranyar, The Cinema Next Mini-Movie Competition di Inggris, awal bulan lalu, oleh UK Film Council's New Cinema Fund. Tiap kompetisi rata-rata diikuti ratusan film pendek berdurasi satu sampai tiga menit.

Tentu tren sutradara film ponsel amatir tak lepas dari pengaruh kian canggihnya teknologi kamera ponsel. Dua tahun lalu, ponsel video masih berbekal kamera VGA, lalu meningkat menjadi kamera sejutaan piksel. Tahun ini, Samsung sudah menanamkan kamera 7,7 MP di ponsel SGH-B500. Sayang, itu baru beredar di Korea. Di Indonesia, baru tersedia SGH-P850 dengan kamera 3,2 MP. Untunglah, seri yang baru keluar akhir bulan ini punya kemampuan merekam gambar lumayan dan bisa disambungkan ke televisi.

Teknologi lensa kamera yang makin maju juga membuat ponsel video kian digemari. Terobosan Nokia N90 sebagai satu-satunya ponsel berlensa Carl Zeiss membuat kualitas rekaman video lebih tajam dan stabil. Maklumlah, Carl Zeiss yang identik dengan camcoder Sony ini sudah teruji mutunya.

Pabrikan lain seperti Sony Ericsson dan Ben Q-Siemens juga menyasar pasar ponsel video. Sony Ericsson mengandalkan SE W900i, yang punya kapasitas memori eksternal sampai 2 GB dan sanggup merekam dengan kecepatan 30 gambar per detik. BenQ-Siemens memadu kamera 2 MP, format MPEG4, dan display lebar dalam ponsel candybar S88 dan ponsel clampshell EF 81.

Nah! Tunggu apa lagi. Bermodal ponsel, Anda bisa menjadi sutradara film amatir.

Astari Yanuarti

Tips Jadi Sutradara

MEMBUAT film ponsel itu gampang-gampang susah. Mengambil dan mengedit gambar relatif cepat dipelajari. Tapi banyak yang mulai garuk-garuk kepala saat mencari ide cerita dan menuangkannya ke storyboard plus menentukan angle. Toh, semua bisa diatasi kalau persiapan kita matang. Panduan singkat ini mungkin bisa membantu.

Ide Cerita dari Sekitar Kita

Jangan buru-buru mengambil gambar, kita harus menentukan dulu ide cerita. Banyak hal kecil di sekitar kita yang bisa jadi bahan film. Kisah tukang sapu di kantor, ekspresi rekan kerja saat deadline, atau tingkah orang sepanjang perjalanan pulang. Jangan lupa menuangkan detail cerita dalam storyboard yang akan jadi panduan ketika mengambil gambar.

Setting Mode Video

Sebelum mengambil gambar pertama, cek dulu setting video recorder di ponsel. Pilihlah resolusi video yang paling besar supaya hasilnya maksimal. Misalnya 352x288 piksel dengan kecepatan 30 frame per detik. Untuk ponsel video yang kecepatannya kecil, diperlukan kestabilan ekstra saat memegang ponsel. Sebab pergeseran dan gerakan kecil saja bisa membuat gambar blur. Pilihlah mode auto untuk pengaturan white balance dan mode normal untuk pengaturan cahaya.

Ketika mengambil gambar, hindari cahaya terlalu terang di belakang objek, kecuali Anda mau mengambil gambar siluet. Selain itu, sebisa mungkin jangan menggunakan digital zoom karena akan menurunkan kualitas gambar. Lebih baik melangkah mendekati objek jika ingin mendapatkan gambar lebih besar.

Mengedit Rekaman

Usai merekam semua cuplikan, saatnya mengedit. Ada dua pilihan mengedit: langsung di ponsel atau ditransfer dulu ke komputer. Saat ini, banyak ponsel video yang sudah dibekali fitur mengedit film seperti Nokia Video Editor. Jadi, tinggal buka Nokia Video Editor, lalu ambil klip-klip yang akan diedit. Klip-klip ini bisa dipotong, diberi filter, ditambah musik atau suara, diselipi transisi fade to black, sampai akhirnya menggabungkan lagi hasil edit klip. Gunakan efek transisi seperlunya karena akan membengkakkan file video ponsel. Lebih baik membuat alur yang mengalir sejak pengambilan gambar.

Jika ponsel tak punya fasilitas pengedit film, maka harus ditransfer ke komputer, baik lewat Bluetooth, inframerah, maupun kabel data. Sebelum memindahkan, pastikan di komputer sudah ada aplikasi konverter yang sesuai dengan ponsel. Aplikasi PC Suite biasanya disediakan saat membeli ponsel atau bisa diunduh dari situs ponsel bersangkutan. Setelah dipindahkan, file video dapat dibuka dan diedit lewat modul yang tersedia dalam aplikasi PC Suite.

Beberapa Ponsel Video

Nokia N90

Berat: 173 g
Harga: Rp 6 juta
Kamera: 2 MP + flash
Display: 2,2 inci LCD TFT 256K
Resolusi: 352x288 piksel
Memori: Memori built-in 31 MB + slot MMC
Koneksi: USB, Bluetooth, inframerah
Fitur unggulan: Lensa Carl Zeiss, 20x digital zoom, 3G, MP3/AAC/MPEG4 player, movie director, merekam 1 jam nonstop
Kekurangan: berat, baterai boros

Samsung SGH-P850
Berat: -
Harga: Rp 4 jutaan
Kamera: 3,2 MP + flash
Display: TFT 262 K
Resolusi: 320 x 240 piksel
Koneksi: Bluetooth, USB
Memori: 75 MB memori internal + microSD
Fitur unggulan: MP3/AAC/MPEG4 player, koneksi ke TV, desain tipis dan ringan
Kekurangan: Belum 3G, gambar video kurang stabil, tak ada fitur video editing

Sony Ericsson W900i
Berat: 148 g
Harga: Rp 6,1 juta
Kamera: 2 MP + flash
Display: TFT 256K

Resolusi video: 320 x 240 piksel
Koneksi: Bluetooth, USB, inframerah
Memori: Memori built-in 470 MB + stik duo sampai 2GB
Fitur unggulan: 3G, play 3GP dan MPEG4 format, walkman, video DJ
Kekurangan: Kurang ergonomis, kualitas hasil rekaman biasa